Dalam hidup terdapat pilihan
Didalam pilihan terdapat suatu resiko
Dan didalam setiap resiko mengandung
satu pendewasaan
So, Respect Your Self
Pekan Komunikasi Universitas Indonesia 2012 adalah awal aku
mengikuti kompetisi Public Relations. Disana aku bersaing dengan
universitas-universitas negeri terbaik di Indonesia. Aku, Mianda, Affni, dan
Ryan adalah mahasiswa/i yang dipercaya untuk mewakili kampus dalam kompetisi
tersebut.
Kami berempat memiliki latar belakang yang berbeda-beda, baik dalam
hal sudut pandang dan cara berpikir, maupun
dalam bidang profesi yang kami geluti. Mianda dan Affni adalah orang
yang berpengalaman karena mereka sudah sebelumnya mengikuti kompetisi sejenis
dan berhasil masuk tujuh besar. Sementara Ryan dan aku adalah dua orang yang
memiliki hampir kemiripan (kami sama-sama orang yang konsen pada bidang
entertain, Ryan sudah terlebih dulu sukses dengan karier nya sebagai personil
Boyband Playboys dan dia pernah mengawaki NSG Star, sementara aku masih
membangun karir pada tahap awal).
Tidak heran karena banyak perbedaan tersebut awalnya kami tidak
dapat menerima sikap dan cara berfikir antara yang satu dengan yang lain. Aku sering
mengalah dalam perdebatan, karena aku merasa masih belum punya kapasitas dan
kapabilitas dibandingkan yang lain.
“Save Our Crown” merupakan judul yang kami sepakati untuk strategic
action plan yang akan kami gunakan. Judul tersebut merupakan pengembangan dari
strategi komunikasi Mianda dan Affni yang pernah mereka lakukan sebelumnya. Keputusan
tersebut diambil setelah beberapa waktu kami tak tahu menentukan judul dan tema
apa yang akan kami gunakan.
Dalam mengerjakan proposal “Save Our Crown” aku mengalami kendala
yang cukup berpengaruh kepada teman-teman lainnya. Pada masa pengerjaan
proposal tersebut aku terlanjur menerima pekerjaan MC untuk event Pameran
Pendidikan Tinggi Jakarta 2012 selama tiga hari (lupa deh tuh tanggal berapa
tepatnya). Belum lagi saat itu aku belum memiliki laptop, makin lah aku merasa
bersalah karena tidak dapat aktif dalam mengerjakan proposal tersebut.
Tiga hari aku tidak berkontribusi dengan kawan-kawan lainnya untuk
mengerjakan proposal yang akan kami kirimkan untuk PEKOM UI tersebut. Rasa tidak
enak tentunya semakin aku rasakan, ketiga kawanku memiliki laptop, sementara
aku masih menabung untuk membeli laptop (aku bertekad untuk memiliki laptop
dengan uangku sendiri, tanpa harus meminta kepada orang tua).
Ryan pun demikian, karena dengan kesibukkannya
dengan jadwal latihan dan manggung Boyband Playboys-nya juga membuatnya kurang
dapat maksimal dalam pengerjaan proposal tersebut.
Pernah sekali waktu Ryan sampai meminjamkan Mac book nya kepadaku
agar aku dapat membantu kelompok. Aku awalnya menolak karena aku takut Mac book
tersebut kenapa-kenapa. Tapi Ryan meyakinkan aku kalau tidak akan ada apa-apa
selama aku menjaga barang tersebut dengan baik. Benar-benar terharu saat itu.
Hari demi hari berlalu dengan cepat, sampai tiba deadline hari
pengiriman proposal, “Save Our Crown” belum terselesaikan. Pagi hari itu aku
sudah ngetem di 711 Senayan untuk menunggu Ryan, Mianda, dan Affni yang sedang
semester pendek (aku gak ambil karena memang nilai-nilaiku cukup oke
hahaahhaha), karena tepat malam harinya 23.59 adalah bata akhir pengumpulan
tersebut.
Beberapa saat ketika aku melanjutkan tugasku untuk monitoring media
untuk menemukan finding, Ryan dan
Mianda datang, dan akhirnya kita memutuskan untuk cuss hijrah ke MCD STC untuk
melanjutkan mengerjakan proposal tersebut dan makan siang.
Dalam pengerjaan tersebut kami dilanda kepanikan yang amat sangat. Karena
sudah siang hari tapi proposal tak kunjung rampung, masih banyak bebenah sana
sini. Kami selalu mengirimkan hasil yang kami buat kepada orang lain yang
menurut kami memiliki banyak pengalaman dan expert
dibidangnya. Masukkan dan kritik begitu banyak, masih kurang lah sana dan
sini, enggak bagus lah yang ini dan yang itu.
Saat itu Mianda tak kausa untuk menahan air matanya, tangisnya
meledak saat itu karena stress dan panik. Saat itu Affni berusaha untuk
meredamnya, aku panik dan rasa tidak enak pun langsung menyiksaku. Merasa tolol,
bodoh, goblog, dan gak becus aku rasakan saat itu.
Sampai akhirnya Ryan mengatakan dengan lantang, “UDAH LAH KITA
KERJAIN AJA SEMAMPU KITA! GAK USAH DEH DENGERIN PENDAPAT ORANG LAIN MULU!”
Kata-kata dari mulut Ryan itu cukup membangkitkan semangat Mianda,
Affni, dan aku untuk melanjutkan pengerjaan proposal. Yaa, kami memang terlalu
banyak mendengarkan dan mau menerima pendapat orang lain. Kami belum dapat
mempertahankan setiap argumen yang kami buat karena kami “takut salah”, yaa
takut.
Dalam mengerjakan “Save Our Crown” waktu itu meja kami penuh dengan
canda, tawa, senyuman, semangat, air mata, panik, emosi, amarah, dan kesal,
semua tumbuh jadi satu (udah kaya lagu jaman dulu). Enggak heran kalo meja kami
paling rieweh dan berisik saat itu. Tapi yaa kami cuek aja, toh kami tidak
merugikan orang lain (eeeiiimmm).
Affni yang saat itu ditugaskan untuk membuat dan mengatur design “Save
Our Crown” sempat mengeluarkan emosinya dan membentak aku dan Ryan yang memang
saat itu sedang bercanda-canda dengan beberapa kawan yang datang untuk melihat
pekerjaan kami.
Tapi yaa namanya affni, gak lama abis marah dia langsung minta maaf.
Sebenernya sih jujur aja yaa marahnya afffni itu gak kayak orang marah. Mungkin
marah seriusnya Affni, kaya marahnya aku saat becanda kali ya.
Yakk, akhirnya proposal tersebut terselesaikan pada waktu mepet
dengan batas pengumpulan maksimalnya. Rasa lega sejenak menghampiri kami
berempat, tapi deg-degan tak kunjung kelar karena masih ada tahap penseleksian
berikutnya untuk masuk lima besar.
Tibalah hari pengumuman untuk mengetahui apakah tim kami lolos dalam
PEKOM UI 2012. Pada hari itu aku ada les vocal, Mianda yang memberitahuku via
bbm kalau pengumuman lolos tidaknya kami. Aku langsung membuka twitter dan
melihat akun twitter PEKOM UI. Yaa tulisan itu muncul, “And last but not least, and big applause for “Safe Our Crown” with “Save Our Crown” proposal!”
Aku tak dapat menahan air mata saat itu. Di dalam bus AC 05 aku
menangis karena bangga, senang, dan haru, karena tim kami lolos. Tak percuma
kerja keras, emosi, amarah, air mata, senyum, canda, dan tawa yang kami lalui
akhirnya membuahkan hasil.
Lolos menjadi lima besar kami diwajibkan untuk mempresentasikan di
depan dewan juri. Namun sebelumnya, kami diharuskan mengikuti Seminar Public
Relations dan Student Forum pada H-2 eksekusi presentasi proposal.
Hari itu hanya Mianda, Ryan, dan aku yang hadir untuk seminar dan
student forum, affni tak dapat hadir karena dia juga ada eksekusi lomba di UPH.
Kami jadi tim yang paling ON TIME, bukan on time lagi, tapi kepagian. Diberitahukan
kalau jam 8 peserta harus sudah sampai di Perpustakaan ujmum Universitas
Indonesia, tapi jam setengah 7 kami sudah sampai. Tidak ada panitia disitu, LO
kami pun belum hadir. Akhirnya kami memutuskan untuk menunggu di Starbucks, dan
Ryan pun sampai tertidur.
Seminar pun kami ikuti dengan serius. Saat itu ada peserta lainnya
dari Univerisitas di Solo yang melihat ke arah kami, lalu tertawa, dan
berbisik-bisik kepada teman lainnya. Kami cukup merasa terganggu dan Ryan
sempat kesal, mereka terkesan meledek kami. Apalagi posisinya kami adalah
berasal dari Universitas swasta yang sempat diremehkan. Tapi pada akhirnya kami
cuek dan anggap angin lalu saja walaupun cukup membuat dongkol.
Setelah seminar kegiatan kami selanjutnya adalah student forum,
formatnya adalah focus group discussion, dimana
setiap kelompok akan berdiskusi dengan PR-PR handal yang sudah expert pada
indstri PR dan banyak pengalaman. Saat itu aku merasa tidak puas, karena memang
pembicara kami yang pertama adalah seorang PR handal yang masih eksis dalam
industri tersebut, tapi selanjutnya kami diarahkan ke meja seorang PR yang
sudah sepuh dan pensiun. Jujur itu yang membuatku kecewa, karena beliau hanya
bercerita sejarah PR di Indonesia dan tidak mau menjawab pertanyaan-pertanyaan
kami.
Aku juga merasa dipermalukan oleh pihak panitia,
setelah dengan pembicara kedua, aku mengajukan kepada panitia untuk dapat
konsultasi dengan PR lainnya. Seorang panitia pun mengantarkan kami ke salah satu meja PR Journalist,
aku dan kawan-kawan lainnya menarik kursi. Tapi saat itu juga ketua panitia
langsung menghalangi langkah kami, dan kami tidak diperbolehkan konsultasi
dengan PR tersebut. Aku langsung keluar dari ruang student forum dan membanting
tas ku karena amarah yang besar. Mianda yang melihat itu tidak tinggal diam,
dia menarikku ke toilet perempuan dan marah akan tindakkan yang aku lakukan, “Kalo
lo begitu lo jelekkin nama kampus kita! Inget kita bawa nama kampus!”
Aku pun langsung minta maaf pada Mianda dan Ryan
mengenai tindakkan ku yang memang lepas kontrol tadi.
Kami bertiga memutuskan untuk pulang dari UI
menuju Jakarta menggunakan kereta commuter. Sungguh aku gak bisa nahan terharu
dan sedih ku saat itu. Aku melihat Mianda dan Ryan berdiri dengan lelah di
dalam kereta. Aku sudah terbiasa dengan keadaan “susah” seperti saat itu, namun
mereka? Mianda dan Ryan? Ryan adalah seorang public figure! Mianda adalah
seorang perempuan yang pastinya tak biasa dengan keadaan kereta yang
desak-desakkan. Aku menahan air mataku karena ini semua, namun aku tak dapat menahannya
ketika tinggal aku dan Mianda saja.
H-1 sebelum presentasi, kami melakukan latihan
presentase di kelas. Presentasi lancar, tapi banyak hal yang Ryan lakukan dan
membuat Affni kesal, akhirnya Affni marah pada Ryag, yang selanjutnya Ryan,
Affni, dan Mianda adu mulut dan saling bentak. Mianda sampai Walkout sambil
menangis karena keadaan ini.
Untungnya konflik tersebut dapat teratasi dan
semua berjalan dengan baik. Sampai malam harinya aku dan Affni menginap dirumah
Mianda dan latihan presentasi. Aku dan Mianda dipercaya sebagai spoke person
untuk presentasi didepan dewan juri. Semalaman kami latihan, sharing, tanya
jawab satu sama lain, guna mewaspadai apa yang akan terjadi esok harinya.
Keesokkan harinya kami mendapatkan gelar “Team yang Paling On Time” dari panitia
Pekom UI, karena kami adalah team pertama yang datang dan tentu saja tepat
waktu. Akhirnya kami melakukan presentase, komentar juri pun membuat kami
senang. Semua komentarnya positif dan sangat membanggakan untuk kami.
Setelah presentasi Mianda, Affni, Ryan, aku, dan
Ibu Ajeng berpelukkan diluar ruangan. Kami menangis karena bangga, sedih, dan
senang akan effort yang kami dapatkan saat itu. Air mata penuh kebanggaan akan
kerja keras selama ini, dengan setiap kendala dan masalah yang kami lalui pada
akhirnya membuahkan buah yang cukup manis.
Pada Pekom UI tersebut “Save Our Crown” menempati
peringkat empat setelah Universitas Indonesia. Walaupun tidak dapat masuk tiga
besar kami berempat dan Ibu Ajeng tidak terlalu kecewa, karena score kami hanya
terlampau tipis dengan UI, hanya 0,4 point saja.
Dan prinsip kami
berempat adalah, “Bukan hasilnya, tapi yang terpenting adalah prosesnya!”
Thanks so much Bu Ajeng, Mianda, Affni, dan Ryan yang sudah membawa ku
untuk menemukan passion baru dalam hidupku, yaitu Public Relations Industry. Kalian
banyak berkontribusi dan memberikan banyak pelajaran mengenai kehidupan. I love
you guys, i love you.