Sabtu, 13 Oktober 2012

Fashion Original dan Imitasi



Siapa yang tak mengenal Louis Vuitton, Hermes, Gucci, Versace, dan Burberry, pasti semua orang yang hidup di kota besar dan memiliki latar belakang pendidikan dan pergaulan sosial tinggi mengenal nama-nama tersebut. Yaa, Brand fashion yang sudah mendunia itu benar-benar mempengaruhi dan mengguggah minat semua orang, gak cuma kaum perempuan aja, tapi laki-laki pun ikut terpengaruh.
Lebih dari satu abad beberapa brand fashion tersebut lahir dan membawa pengaruh yang besar. Tas, pakaian, sepatu, sampai pakaian dalam mereka produksi untuk memenuhi kebutuhan orang-orang kelas atas mengenai style dan fashion yang mereka minati.
Kualitas bagus baik dari segi bahan, jahitan, dan model yang sangat mewah, service dan pelayanan outlet yang sangat-sangat berbeda dengan brand fashion kelas B-C-D, gak heran kalau harganya pun cukup melambung tinggi, dan gak banyak orang mampu beli barang-barang dengan merk-merk tersebut.
Okay, kita kerucutkan aja kali yaa ke tas. Secara kan yaa tas merupakan salah satu produk fashion dari brand-brand terkenal tersebut ya.
Tas, merupakan alat yang digunakan untuk menyimpan berbagai barang didalamnya. Tapi perkembangan fungsi tas sejak tahun 1900-an selain untuk menyimpan barang-barang, tas juga menjadi alat fashion untuk menunjukkan prestige dan kelas seseorang. Pemilihan bahan, model, ukuran, corak yang pastinya berkualitas dan berkuantitas tinggi juga akan menunjukkan kelas seseorang (bahkan disinyalir dapat menunjukkan psikologis seseorang). Gak heran kalau harga tas original dari LV, Gucci, Versace, dan Burberry harganya selangit.
Karena barang-barang mereka yang modelnya cukup diminati oleh banyak orang tapi gak semua orang mampu beli barang tersebut, mungkin jadi salah satu alasan kenapa banyak produsen yang memproduksi barang-barang palsu/imitasi persis dengan barang-barang merk-merk tersebut yang enggak ketinggalan merk dan logonya yang juga dicantumkan dalam barang produksi mereka.
Pernah gak sih kalian beli barang KW dari brand Fashion ternama itu?
Indonesia gak bisa dilepasin dari salah satu negara yang memiliki banyak produsen yang memproduksi barang-barang kualitas 1 sampai kualitas 1000 dibawah kualitas barang ASLI dari brand fashion ternama dunia. Bahkan di Indonesia ada banyak daerah yang terkenal akan produksi tas KW tersebut.
Kita masuk ke ITC atau pasar tradisional pasti kita bakalan menemukan banyak banget bahkan sejublek toko yang menjual tas-tas imitasi tersebut. Dan pembelinya pun juga gak kalah banyak.
Umumnya pembeli tersebut merupakan orang-orang yang berasal bukan dari kelangan kelas A atau A+ (kaya banget yaa nih orang). Keinginan untuk dapat memiliki model-model tas yang bagus sesuai dengan selera mereka, dan keinginan untuk mendapatkan prestige (walaupun maksa) menjadi alasan pembeli tersebut. Tapi ada juga alasan lainnya, “barang Asli mahal! Buang-buang uang aja beli tas sampe ratusan juta.”
Untuk gue pribadi sih yaa membeli barang KW merupakan hal yang “maksa”. Karena buat gue, kalau gue udah mampu baru gue akan bisa beli tas branded yang asli. Jadi selama gue belum mampu beli gue akan lebih milih untuk enggak beli barang imitasi tersebut. Better gue pake tas yang dengan merk yang harganya sesuai dengan kemampuan gue saat ini. Gak ber-merk pun gak masalah, yang penting kualitas & kuantitas oke.
Mengutip kata model senior, Ratih Sanggarwati, “Buat apa kita menipu diri sendiri dengan membeli barang palsu dan kita merasa barang imitasi tersebut sebagai barang asli.”
Kalau di beberapa negara Eropa seperti Perancis, Spanyol, dan Italy para brand fashion tersebut sudah mengerahkan fashion police yang bertugas untuk mengecek barang-barang yang tertera merk mereka itu asli atau enggak. Kalau asli mereka akan mengembalikan dan berterimakasih. Tapi kalo palsu mereka akan bergegas membuka koper atau perlengkapan yang mereka bawa untuk mengambil gunting rumput dan berkata, “Sorry, it’s fake!” dan gunting itupun langsung mereka gunakan untuk menggunting tas tersebut. Banyak tourist yang pernah menjadi korban dan ujung-ujungnya berurusan dengan kantor imigrasi.
Jadi gimana nih apa kalian masih mau pake barang KW? Gue sih cuma sharing aja megenai prinsip gue untuk enggak beli dan pakai barang-barang branded yang imitasi. Karena itu gak akan menaikkan prestige gue dan gue merasa gak pede aja sih.

*FYI: Outlet Louis Vuitton di Paris memperkerjakan pramuniaga yang pasif  bahasa Indonesia lho. Katanya pembeli dari Indoensia itu banyak banget. Hmm hmm

Save Our Crown (didedikasikan untuk @miandaaurani, @affafni, @ryanfchri, bu @jengajeng)





 



Dalam hidup terdapat pilihan
Didalam pilihan terdapat suatu resiko
Dan didalam setiap resiko mengandung satu pendewasaan
So, Respect Your Self

Pekan Komunikasi Universitas Indonesia 2012 adalah awal aku mengikuti kompetisi Public Relations. Disana aku bersaing dengan universitas-universitas negeri terbaik di Indonesia. Aku, Mianda, Affni, dan Ryan adalah mahasiswa/i yang dipercaya untuk mewakili kampus dalam kompetisi tersebut.
Kami berempat memiliki latar belakang yang berbeda-beda, baik dalam hal sudut pandang dan cara berpikir, maupun  dalam bidang profesi yang kami geluti. Mianda dan Affni adalah orang yang berpengalaman karena mereka sudah sebelumnya mengikuti kompetisi sejenis dan berhasil masuk tujuh besar. Sementara Ryan dan aku adalah dua orang yang memiliki hampir kemiripan (kami sama-sama orang yang konsen pada bidang entertain, Ryan sudah terlebih dulu sukses dengan karier nya sebagai personil Boyband Playboys dan dia pernah mengawaki NSG Star, sementara aku masih membangun karir pada tahap awal).
Tidak heran karena banyak perbedaan tersebut awalnya kami tidak dapat menerima sikap dan cara berfikir antara yang satu dengan yang lain. Aku sering mengalah dalam perdebatan, karena aku merasa masih belum punya kapasitas dan kapabilitas dibandingkan yang lain.
“Save Our Crown” merupakan judul yang kami sepakati untuk strategic action plan yang akan kami gunakan. Judul tersebut merupakan pengembangan dari strategi komunikasi Mianda dan Affni yang pernah mereka lakukan sebelumnya. Keputusan tersebut diambil setelah beberapa waktu kami tak tahu menentukan judul dan tema apa yang akan kami gunakan.
Dalam mengerjakan proposal “Save Our Crown” aku mengalami kendala yang cukup berpengaruh kepada teman-teman lainnya. Pada masa pengerjaan proposal tersebut aku terlanjur menerima pekerjaan MC untuk event Pameran Pendidikan Tinggi Jakarta 2012 selama tiga hari (lupa deh tuh tanggal berapa tepatnya). Belum lagi saat itu aku belum memiliki laptop, makin lah aku merasa bersalah karena tidak dapat aktif dalam mengerjakan proposal tersebut.
Tiga hari aku tidak berkontribusi dengan kawan-kawan lainnya untuk mengerjakan proposal yang akan kami kirimkan untuk PEKOM UI tersebut. Rasa tidak enak tentunya semakin aku rasakan, ketiga kawanku memiliki laptop, sementara aku masih menabung untuk membeli laptop (aku bertekad untuk memiliki laptop dengan uangku sendiri, tanpa harus meminta kepada orang tua).
Ryan pun demikian, karena dengan kesibukkannya dengan jadwal latihan dan manggung Boyband Playboys-nya juga membuatnya kurang dapat maksimal dalam pengerjaan proposal tersebut.
Pernah sekali waktu Ryan sampai meminjamkan Mac book nya kepadaku agar aku dapat membantu kelompok. Aku awalnya menolak karena aku takut Mac book tersebut kenapa-kenapa. Tapi Ryan meyakinkan aku kalau tidak akan ada apa-apa selama aku menjaga barang tersebut dengan baik. Benar-benar terharu saat itu.
Hari demi hari berlalu dengan cepat, sampai tiba deadline hari pengiriman proposal, “Save Our Crown” belum terselesaikan. Pagi hari itu aku sudah ngetem di 711 Senayan untuk menunggu Ryan, Mianda, dan Affni yang sedang semester pendek (aku gak ambil karena memang nilai-nilaiku cukup oke hahaahhaha), karena tepat malam harinya 23.59 adalah bata akhir pengumpulan tersebut.
Beberapa saat ketika aku melanjutkan tugasku untuk monitoring media untuk menemukan finding, Ryan dan Mianda datang, dan akhirnya kita memutuskan untuk cuss hijrah ke MCD STC untuk melanjutkan mengerjakan proposal tersebut dan makan siang.
Dalam pengerjaan tersebut kami dilanda kepanikan yang amat sangat. Karena sudah siang hari tapi proposal tak kunjung rampung, masih banyak bebenah sana sini. Kami selalu mengirimkan hasil yang kami buat kepada orang lain yang menurut kami memiliki banyak pengalaman dan expert dibidangnya. Masukkan dan kritik begitu banyak, masih kurang lah sana dan sini, enggak bagus lah yang ini dan yang itu.
Saat itu Mianda tak kausa untuk menahan air matanya, tangisnya meledak saat itu karena stress dan panik. Saat itu Affni berusaha untuk meredamnya, aku panik dan rasa tidak enak pun langsung menyiksaku. Merasa tolol, bodoh, goblog, dan gak becus aku rasakan saat itu.
Sampai akhirnya Ryan mengatakan dengan lantang, “UDAH LAH KITA KERJAIN AJA SEMAMPU KITA! GAK USAH DEH DENGERIN PENDAPAT ORANG LAIN MULU!”
Kata-kata dari mulut Ryan itu cukup membangkitkan semangat Mianda, Affni, dan aku untuk melanjutkan pengerjaan proposal. Yaa, kami memang terlalu banyak mendengarkan dan mau menerima pendapat orang lain. Kami belum dapat mempertahankan setiap argumen yang kami buat karena kami “takut salah”, yaa takut.
Dalam mengerjakan “Save Our Crown” waktu itu meja kami penuh dengan canda, tawa, senyuman, semangat, air mata, panik, emosi, amarah, dan kesal, semua tumbuh jadi satu (udah kaya lagu jaman dulu). Enggak heran kalo meja kami paling rieweh dan berisik saat itu. Tapi yaa kami cuek aja, toh kami tidak merugikan orang lain (eeeiiimmm).
Affni yang saat itu ditugaskan untuk membuat dan mengatur design “Save Our Crown” sempat mengeluarkan emosinya dan membentak aku dan Ryan yang memang saat itu sedang bercanda-canda dengan beberapa kawan yang datang untuk melihat pekerjaan kami.
Tapi yaa namanya affni, gak lama abis marah dia langsung minta maaf. Sebenernya sih jujur aja yaa marahnya afffni itu gak kayak orang marah. Mungkin marah seriusnya Affni, kaya marahnya aku saat becanda kali ya.
Yakk, akhirnya proposal tersebut terselesaikan pada waktu mepet dengan batas pengumpulan maksimalnya. Rasa lega sejenak menghampiri kami berempat, tapi deg-degan tak kunjung kelar karena masih ada tahap penseleksian berikutnya untuk masuk lima besar.
Tibalah hari pengumuman untuk mengetahui apakah tim kami lolos dalam PEKOM UI 2012. Pada hari itu aku ada les vocal, Mianda yang memberitahuku via bbm kalau pengumuman lolos tidaknya kami. Aku langsung membuka twitter dan melihat akun twitter PEKOM UI. Yaa tulisan itu muncul, “And last but not least, and big applause for “Safe  Our Crown” with “Save Our Crown” proposal!”
Aku tak dapat menahan air mata saat itu. Di dalam bus AC 05 aku menangis karena bangga, senang, dan haru, karena tim kami lolos. Tak percuma kerja keras, emosi, amarah, air mata, senyum, canda, dan tawa yang kami lalui akhirnya membuahkan hasil.
Lolos menjadi lima besar kami diwajibkan untuk mempresentasikan di depan dewan juri. Namun sebelumnya, kami diharuskan mengikuti Seminar Public Relations dan Student Forum pada H-2 eksekusi presentasi proposal.
Hari itu hanya Mianda, Ryan, dan aku yang hadir untuk seminar dan student forum, affni tak dapat hadir karena dia juga ada eksekusi lomba di UPH. Kami jadi tim yang paling ON TIME, bukan on time lagi, tapi kepagian. Diberitahukan kalau jam 8 peserta harus sudah sampai di Perpustakaan ujmum Universitas Indonesia, tapi jam setengah 7 kami sudah sampai. Tidak ada panitia disitu, LO kami pun belum hadir. Akhirnya kami memutuskan untuk menunggu di Starbucks, dan Ryan pun sampai tertidur.
Seminar pun kami ikuti dengan serius. Saat itu ada peserta lainnya dari Univerisitas di Solo yang melihat ke arah kami, lalu tertawa, dan berbisik-bisik kepada teman lainnya. Kami cukup merasa terganggu dan Ryan sempat kesal, mereka terkesan meledek kami. Apalagi posisinya kami adalah berasal dari Universitas swasta yang sempat diremehkan. Tapi pada akhirnya kami cuek dan anggap angin lalu saja walaupun cukup membuat dongkol.
Setelah seminar kegiatan kami selanjutnya adalah student forum, formatnya adalah focus group discussion, dimana setiap kelompok akan berdiskusi dengan PR-PR handal yang sudah expert pada indstri PR dan banyak pengalaman. Saat itu aku merasa tidak puas, karena memang pembicara kami yang pertama adalah seorang PR handal yang masih eksis dalam industri tersebut, tapi selanjutnya kami diarahkan ke meja seorang PR yang sudah sepuh dan pensiun. Jujur itu yang membuatku kecewa, karena beliau hanya bercerita sejarah PR di Indonesia dan tidak mau menjawab pertanyaan-pertanyaan kami.
Aku juga merasa dipermalukan oleh pihak panitia, setelah dengan pembicara kedua, aku mengajukan kepada panitia untuk dapat konsultasi dengan PR lainnya. Seorang panitia pun  mengantarkan kami ke salah satu meja PR Journalist, aku dan kawan-kawan lainnya menarik kursi. Tapi saat itu juga ketua panitia langsung menghalangi langkah kami, dan kami tidak diperbolehkan konsultasi dengan PR tersebut. Aku langsung keluar dari ruang student forum dan membanting tas ku karena amarah yang besar. Mianda yang melihat itu tidak tinggal diam, dia menarikku ke toilet perempuan dan marah akan tindakkan yang aku lakukan, “Kalo lo begitu lo jelekkin nama kampus kita! Inget kita bawa nama kampus!”
Aku pun langsung minta maaf pada Mianda dan Ryan mengenai tindakkan ku yang memang lepas kontrol tadi.
Kami bertiga memutuskan untuk pulang dari UI menuju Jakarta menggunakan kereta commuter. Sungguh aku gak bisa nahan terharu dan sedih ku saat itu. Aku melihat Mianda dan Ryan berdiri dengan lelah di dalam kereta. Aku sudah terbiasa dengan keadaan “susah” seperti saat itu, namun mereka? Mianda dan Ryan? Ryan adalah seorang public figure! Mianda adalah seorang perempuan yang pastinya tak biasa dengan keadaan kereta yang desak-desakkan. Aku menahan air mataku karena ini semua, namun aku tak dapat menahannya ketika tinggal aku dan Mianda saja.
H-1 sebelum presentasi, kami melakukan latihan presentase di kelas. Presentasi lancar, tapi banyak hal yang Ryan lakukan dan membuat Affni kesal, akhirnya Affni marah pada Ryag, yang selanjutnya Ryan, Affni, dan Mianda adu mulut dan saling bentak. Mianda sampai Walkout sambil menangis karena keadaan ini.
Untungnya konflik tersebut dapat teratasi dan semua berjalan dengan baik. Sampai malam harinya aku dan Affni menginap dirumah Mianda dan latihan presentasi. Aku dan Mianda dipercaya sebagai spoke person untuk presentasi didepan dewan juri. Semalaman kami latihan, sharing, tanya jawab satu sama lain, guna mewaspadai apa yang akan terjadi esok harinya.
Keesokkan harinya kami mendapatkan gelar “Team yang Paling On Time” dari panitia Pekom UI, karena kami adalah team pertama yang datang dan tentu saja tepat waktu. Akhirnya kami melakukan presentase, komentar juri pun membuat kami senang. Semua komentarnya positif dan sangat membanggakan untuk kami.
Setelah presentasi Mianda, Affni, Ryan, aku, dan Ibu Ajeng berpelukkan diluar ruangan. Kami menangis karena bangga, sedih, dan senang akan effort yang kami dapatkan saat itu. Air mata penuh kebanggaan akan kerja keras selama ini, dengan setiap kendala dan masalah yang kami lalui pada akhirnya membuahkan buah yang cukup manis.
Pada Pekom UI tersebut “Save Our Crown” menempati peringkat empat setelah Universitas Indonesia. Walaupun tidak dapat masuk tiga besar kami berempat dan Ibu Ajeng tidak terlalu kecewa, karena score kami hanya terlampau tipis dengan UI, hanya 0,4 point saja.
                Dan prinsip kami berempat adalah, “Bukan hasilnya, tapi yang terpenting adalah prosesnya!”

Thanks so much Bu Ajeng, Mianda, Affni, dan Ryan yang sudah membawa ku untuk menemukan passion baru dalam hidupku, yaitu Public Relations Industry. Kalian banyak berkontribusi dan memberikan banyak pelajaran mengenai kehidupan. I love you guys, i love you.