Selasa, 25 Juni 2013

Pura - Pura Tidak Ada Apa - Apa

Gue mencoba menahan segala bentuk emosi dan kemarahan gue. Gue gak mau menunjukkan kekecewaan gue dan kemarahan gue dengan komunikasi verbal. Gue gak mau merusak hubungan yang selama ini sudah berjalan baik.
Gue memendam kekecewaan gue sendiri tanpa bisa sharing dengan siapapun. Kadang gue merasa muak sendiri dengan stakeholder lingkungan sosial gue yang selalu memandang gue sebelah mata dan meremehkan kemampuan yang gue miliki.
Terkadang juga gue harus menahan kemarahan gue supaya gak berantem dan akhirnya terjadi permusuhan. Gue gak mau punya musuh, gue gak mau mewarnai hidup gue dengan banyak musuh dan orang – orang yang membenci gue.
Mungkin gue juga salah menumpahkan kekesalan gue melalui social media twitter. Gue nge-tweet mengenai perasaan dan prasangka gue. Itu semua gue lakukan karena memang gue merasa tidak ada satupun orang yang bisa gue ajak sharing mengenai masalah gue. Dan gue yakin juga kalau gue curhat sama orang mereka palingan juga Cuma bisa bilang “Sabar”, atau “Udah lah jangan mikir negatif gitu”.
Yaa, mereka Cuma bisa mendengarkan, iya kalau mereka dengerin. Kalau mereka Cuma belagak dengerin karena gak enak sama gue gimana? Trus kalo mereka bisa dengerin, apa mereka bisa ngerti perasaan yang gue rasakan?! Bisa jadi itu bakal jadi nyinyiran mereka.
So Far kalo ada masalah gue Cuma bisa menahan itu dalam hati saja. Sedikit orang yang mengetahui masalah – masalah yang gue hadapin, sekali pun temen – temen deket gue sendiri. Sampe sekarang gue gak pernah yakin temen – temen deket gue ngertiin perasaan atau keadaan gue.
Jadi selama ini setiap gue kumpul sama temen – temen gue atau lagi sharing sama mereka gue belagak gak ada masalah apapun. Gue selalu menggunakan topeng senyum dan terlihat gak ada apa – apa.
Kalo misalnya gue kecewa sekali pun sama teman – teman gue, gue berusaha memendam itu. Gue gak bisa ngomong ke mereka. Gue takut malah yang ada salah paham dan akhirnya berantem. Kalo udah berantem malah nyiptain musuh baru.
Beda sama teman – teman gue, kalo gue punya salah sama mereka dan mengecewakan mereka, mereka ngomong langsung ke gue. Dan yang pasti gue bakal minta maaf. Tapi kalo sebaliknya, mending gue pendem aja sendiri.
Kadang gue pengen menjauh dari semua orang yang deket sama gue. Gue terlalu capek menahan kekecewaan gue. Tiap gue ngomong kadang gak didengar, gak dianggap. Tapi kalo gue salah langsung deh pada nyerocos.

Minggu, 23 Juni 2013

Perempuan Kamuflase

Tangisan pecah dari seorang gadis yang tak sanggup menahan air mata dan teriakkannya yang menggelegar ruangan hampa yang hanya diterangi cahaya lampu dari luar ruangan.
Lelaki bertubuh tegap yang tepat didepannya berusaha memegang tangan perempuan itu, namun ditepis oleh perempuan itu, “Kamu gak perlu pegang-pegang aku lagi! Aku jijik sama kamu! Kamu anggap aku ini apa?”
“Aku bisa jelasin semuanya, aku sayang kamu Lana,” lelaki itu terus berusaha meyakinkan perempuan di depannya walaupun tangannya ditepis oleh perempuan itu.
“Astaghfirullah, kamu masih bisa bilang kamu sayang aku? Setelah apa yang udah aku lihat tadi?! Gila kamu!”
Plak!!!
Perempuan itu menampar keras lelaki dihadapannya. Lalu dia menunjuk wajah lelaki itu dengan tatapan tajam dan berusaha mengeluarkan cacian, makian, dan kata-kata kasar lainnya, namun dia tak sanggup lagi berkata-kata.
Perempuan muda itu langsung berlari meninggalkan ruangan tersebut, isak tangis dan air mata tak dapat ia tahan lagi.

***

Setelah kejadian itu Lana merasa hancur, hatinya tidak mungkin lagi menerima Reno apapun alasannya. Dia sudah terlanjur merasa disakiti. Bathinnya berkecamuk, namun ia tidak mampu menumpahkan amarahnya pada Reno.
Jangankan untuk bertemu Reno dan menumpahkan amarahnya. Untuk membayangkan wajah Reno saja ia sudah muak. Ia tidak ingin bertemu lagi dengan kekasih yang sudah dipacarinya selama hampir satu tahun itu.
Tak ada lagi alasan untuk bertemu Reno. Baginya Reno tidak lebih dari sampah yang harus dibuang, bahkan kalau perlu dibakar. Perempuan mana yang sanggup menerima dan berlapang dada setelah ditipu masalah yang benar – benar besar dan tidak akan disangka –sangka.

Lana mengenal Reno di salah satu kursus public speaking yang ia ikuti. Awalnya dia merasa biasa saja dengan sosok tampan Reno yang memang tidak dapat diungkiri. Karena menurut Lana wajah dan ketampanan bukan alasan satu – satunya untuk membuatnya tertarik dengan pria.
Berawal dari pertemuan pertama dan berkenalan, lalu saling keep in touch satu sama lain, membuat dua orang tersebut akhirnya memutuskan untuk memulai hubungan yang lebih dari sekedar teman biasa.
Awalnya Lana cukup ragu akan jalinan asmaranya tersebut. Hal ini dikarenakan profesi mereka yang hampir sama, yaitu sama – sama berkerja dibidang entertainment. Seperti yang diketahui oleh banyak orang, pria pekerja dunia entertainment selalu mendapat cap playboy dari masyarakat, bahkan tidak sedikit yang menganggap pria pekerja seni kebanyakkan juga memiliki penyimpangan orientasi sexual.
Lana berusaha menepis keraguan – keraguan itu dan berusaha tidak mendengarkan orang lain. Lana berusaha mempercayai Reno apapun yang terjadi. Aktivitas yang mereka lakukan selama pacaran pun hampir sama dengan pasangan lainnya, makan, nonton, saling mengantarkan apabila salah satu diantara mereka tengah sibuk dengan job MC ataupun host.
Reno selalu memanjakan Lana dengan segala hal. Membelikan boneka, memberi bunga, hadiah – hadiah lainnya, hal itu lah yang semakin membuat Lana yakin kalau Reno menyayanginya. Belum lagi Reno adalah pasangan yang selalu memberikan perhatian, Lana semakin yakin.
Keraguan yang awalnya muncul pun lama – kelamaan pudar. Lana merasa Reno adalah pria yang tepat, dan dia sudah mulai jatuh cinta pada pria itu. Ditambah lagi Reno selalu pengertian dengan berbagai aktivitas Lana, dari mulai syuting, kuliah, pergi bersama teman – temannya, Reno sama sekali tidak membatasi. Yang penting bagi Reno adalah Lana masih menyempatkan waktunya untuk bertemu walaupun hanya seminggu sekali.

***

Bak petir di siang bolong, Lana merasa dirinya bagaikan tersambar petir. Niat untuk memberikan kejutan kepada Reno berantakan sudah. Bukannya Reno yang merasa terkejut, tapi dirinya lah yang merasa terkejut dan shock.
Bagaimana tidak, saat Lana pergi ke kost-an Reno dengan membawa bungkusan kado yang berisi jam tangan yang selama ini Reno inginkan namun belum sempat dibeli. Lana membelikan jam tersebut sebagai hadiah memperingati delapan bulan mereka jadian.
Lana sempat kaget karena tumben sekali pintu kost’an Reno tidak dikunci. Tumben ini anak gak ngunci pintu. Pasti dia lupa deh. Lana sedikit ragu membuka pintu itu, pelan – pelan ia buka dan masuk ke dalam kamar Reno.
Ketika dia masuk, dia melihat kamar mandi kosong, pasti Reno masih tidur deh, pikirnya dalam hati. Dia tersentak mendengar suara aneh, terdengar seperti orang yang sedang ciuman. Hah? Apa mungkin Reno selingkuh? Anjrid, gue gepin langsung!
Dia berjalan mengendap – ngendap melewati lorong kecil kamar itu. Dan alangkah terkejutnya dia. Dia melihat Reno, kekasihnya itu tengah bercumbu dengan seseorang. Yang lebih membuatnya terkejut adalah orang yang bercumbu dengan Reno adalah seorang laki – laki.
BRAKK!!!
Benda yang dibawanya terjatuh dari tangannya. Hal ini membuat kaget dua orang laki – laki yang sedang memadu nafsu binatang itu.

***

Sudah berhari – hari Lana terlarut dalam emosi yang tidak menentu. Dia selalu melamun saat tidak mengerjakan apa – apa. Lana benar – benar merasa depresi. Dia tidak menyangka kalau kekasihnya yang dipercaya dan disayanginya akan berselingkuh. Bukan sama perempuan, terlebih dengan laki – laki.
Saat sedang berada dikampusnya dan bergegas ingin pulang, ada tangan yang menangkap tangannya dan menarik tubuhnya. Alangkah terkejutnya Lana, kalau tangan yang menariknya itu adalah tangan Reno.
“Lo mau ngapain lagi ketemu gue?” Bentak Lana didepan banyak orang. Tentu saja beberapa orang yang lewat menoleh kearahnya.
“Lana, aku mau jelasin semuanya sama kamu. Tapi gak disini sayang.” Jelas Reno memelas.
Muak, tentu saja Lana rasakan, “Gak usah pake sayang – sayangan. Lo gak inget apa gue udah jijik sama lo!”
Reno semakin keras mendekap tangan Lana, “Please, izinin aku untuk jujur sama kamu.”
Lana memutar bola matanya, wajahnya kini semakin penuh kemarahan. Sesekali dia melihat wajah Reno, “Oke, lo ikut ke mobil gue. Tapi gue gak ada waktu lama – lama! Gue udah bener – bener muak.”
Setelah itu Lana dan Reno berjalan menuju parkiran mobil kampus. Dengan langkah kaki cepat mereka berdua masuk ke dalam mobil. Lana duduk dibangku supir, dan Reno disebalahnya.
“Gue bener – bener gak nyangka! Untung aja lo gak pernah ngewek sama gue!” kata – kata kotor tersebut meluncur dari mulut Lana yang sudah tidak mampu menahan segala emosi yang dia rasakan. “Lo bajingan! Lo sampah! Anjing lo emang!”
“Lana aku minta maaf, ini semua diluar kontrol aku,” perlahan Reno menjelaskan, suaranya lirih. Dia malu dengan apa yang terjadi saat ini. Apalagi dengan kejadian saat Lana melihat dirinya saat itu.
“Gak usah sok banyak alasan deh! Cepetan apalagi? Lo mau terus sama gue? Biar gue bisa jadi perempuan kamuflase lo didepan banyak orang?”
BUK!!!
Refleks tangan Lana menonjok pipi laki – laki yang duduk disebelahnya dengan tenaga penuh amarah. Dia tidak mampu lagi menahan kemarahannya.
Reno menoleh kearah Lana dengan tatapan tajam, pipinya kini lebam. Tonjokkan keras yang dilakukan Lana membuatnya sedikit marah.
“Apa?! Ngapain lo ngeliatin gue kaya gitu?! Itu belum seberapa, harusnya lo itu nerima yang lebih dari gue!” tantang Lana penuh kebencian.
“Aku pasrah kamu mau ngapain aku, tapi aku mohon dengerin aku dulu.”
“Halaaah, emang lo pantesnya pasrah! Sampah kaya elo emang pantes gue gituin!”
Tangisan Reno pecah. Air mata mengalir di wajah tampan indo miliknya itu. “Oke Lana, aku minta maaf sama kamu. Aku gak bermaksud menipu kamu atau membohongi kamu. Aku sayang kamu, honestly aku sayang kamu. . .”
“Taik! Lo gak usah ngumbar sayang – sayangan lagi,” Lana langsung memotong omongan Reno.
“Aku biseks. Aku nafsu sama perempuan dan laki – laki. Selama ini aku gak jujur karena mana mungkin kamu bisa menerima kondisi aku yg seperti ini.”
Dengan cepat tangan Lana membuka pintu di seberangnya, dia sama sekali tidak menghiraukan perkataan Reno. “Sekarang gue keluar dari mobil gua!”
“Tapi Lana. . .”
Kaki Lana refleks menendang Reno untuk keluar dari mobilnya, “Pergi lo! Keluar!” Kaki Lana terus menendang Reno tanpa henti.
Sampai akhirnya Reno yang tidak mampu menahan tendangan Lana pun terjatuh keluar dari mobil. Lana dengan gesit menarik pintu bangku penumpangnya itu dan sedikit mengenai bagian kepala Reno. Di gasnya mobil itu dan meninggalkan Reno yang masih terlingkup di parkiran mobil.
Sesaat Lana memundurkan mobilnya kembali, dia melihat Reno sudah terbangun dari tanah. Wajah Reno yang lecet dibagian dahi dan pipi akibat perbuatannya membuat Lana sedikit puas.
“Gue harap elo jangan pernah nemuin gue lagi! Atau hal ini akan gue sebarin ke semua orang termasuk orang tua lo!” Ancam Lana, setelah membuka kaca mobilnya di depan Reno. Telunjuknya terus menunjuk laki – laki yang menjijikan itu.

Senin, 17 Juni 2013

Bukan AKu yang Salah Mah, Pah!

Keluarga mana yang menginginkan seorang generasi penerusnya adalah seorang yang cacat baik fisik, apalagi mental. Semua orangtua dan keluarga lainnya pasti menginginkan anak/cucu/keponakkan yang memiliki kesehatan lahir dan bathin, “normal” seperti yang lain.
Namun, apabila seorang anak/cucu/keponakkan terlahir dengan cacat apa mereka semua dapat dengan lapang menerima? Atau seorang anak yang lahir memiliki kekurangan yang membuatnya tidak ‘normal’ seperti anak kebanyakkan apa mereka masih bisa menganggapnya ada? Lalu kalau seorang anak yang lahir dengan adanya penyimpangan yang berbeda dengan yang lainnya apakah mereka akan tetap merasa bersyukur dengan kehadiran anggota keluarga baru?

Entah sejak kapan Naomi menyadari ada yang salah pada dirinya. Dia merasa aneh dan tidak mengerti dengan apa yang dirasakannya. Dia mencoba mengadu hingga kesana – kemari juga tak kunjung mendapatkan jawaban pasti mengenai dirinya sendiri. Di usianya yang hampir menginjak duapuluh tahun, dimana pada masa ini ia seharusnya tengah selesai dalam pencarian jati diri.
Langkahnya belum selesai. Dia merasa masih harus mencari dan harus mendapatkan jawaban dari apa yang selama ini dia pertanyakan sebelum tidurnya dan saat ia terbangun. Pikirannya terus bergejolak melawan hawa nafsu yang ia sendiri tidak pahami sampai kapan ini akan berlanjut.
Naomi bercermin dalam kamarnya yang hanya diterangi lampu tidur. Terpampang jelas bayangannya di cermin. Rambut bondol, raut wajah menawan, kemeja kotak – kotak yang longgar, celana jeans pendek. Dia terbengong melihat bayangan wajahnya sendiri. Dia merasa aneh pada dirinya sendiri saat itu.
Tak lama terlarut dalam lamunannya sendiri, Naomi melepas kemeja kotak – kotak dan celana pendek yang melekat pada tubuhnya. Bayangan kini berganti dengan sosok tubuh yang dililit dengan korset yang amat ketat menekan buah dada dan perut. Celana dalam laki – laki yang tidak seharusnya ia pakai karena dia seorang perempuan.
Naomi perlahan melepaskan korset yang ia kenakan. Tinggalah tubuh indah perempuan dengan payudara. Dia melihat dengan seksama payudara miliknya sendiri. Lalu melihat kearah bawah bagian perutnya yang masih dibungkus celana dalam.
Kenapa ini harus ada pada tubuh gue?! batinnya berkecamuk saat melihat payudaranya. Kenapa gue gak punya titit kaya yang lain?! Dia memegang bagian vaginanya dengan sedikit remasan kemarahan.
Kenapa gue harus jadi perempuan? Kenapa gue gak jadi cowok aja? Kenapa?! Kenapa? Tangisnya pecah saat itu. Butiran air mata menyibak membasahi pipi gadis manis yang seakan marah pada dirinya sendiri.
Sudah lama Naomi menyadari ada yang tidak beres dalam dirinya. Dia lebih menyukai berpenampilan seperti laki – laki. Gesture dan bahasa tubuhnya pun lebih mirip laki – laki daripada perempuan. Kegemaran akan sepak bola, basket, dan olahraga lainnya yang umumnya disukai laki – laki dia lebih suka ketimbang harus bermain bekel atau boneka bersama teman – teman perempuannya. Dia hanya menggunakan rok saat dia sekolah. Sejak payudaranya tumbuh, dia tidak mau memakai beha sebagai penyanggah, dia lebih memilih memilin payudaranya dengan korset yang kemudian dilapis dengan kutang atau miniset.
Dan begitu pun dengan orientasi seksualnya. Dia sama sekali tidak memiliki ketertarikkan dengan laki – laki. Dia akan sangat bergairah apabila melihat bagian intim perempuan lainnya. Apabila mencium bau keringat perempuan ia akan dengan mudah terangsang dan nafsu menguasainya.
Namun, walaupun begitu, Naomi belum pernah melakukan hubungan badan dengan sesama perempuan manapun. Dia begitu takut dan tidak berani kalau harus melakukan hubungan intim dengan sesama perempuan.

Setelah menangis di depan cermin, Naomi bangkit dari duduknya yang meringkuk. Dia langsung menghapus air mata yang membasahi wajahnya. Perlahan dia berjalan menuju lemari dan mengambil pakaian untuk menutupi tubuh bugilnya itu.
Mungkin ini sudah saatnya. Mungkin sekarang gue adalah waktunya gue untuk jujur dan mengatakan yang sebenarnya. Mungkin dengan begitu gue akan mendapatkan solusi, paling enggak sedikit melegakan perasaan gue.
Perlahan dengan wajah yang sendu dia melangkah keluar dari kamarnya dan menuju lantai bawah. Langkahnya berat. Perasaannya kacau balau, antara ragu dan yakin dengan keputusan yang ia buat sendiri. Dia melihat Ayahnya, Jeremy, dan ibunya, Anne tengah asyik duduk di sofa dan menonton televisi di ruang keluarga.
Perlahan tapi pasti Naomi menghampiri keduanya. Lalu dia duduk di sofa kecil disebelah sofa tempat orang tuanya duduk bersama.
“Pah, Mah, Naomi mau bicara,” Naomi berkata pelan dengan wajah menghadap kebawah. Dari suaranya sangat terdengar kalau gadis muda tengah kalut.
Jeremy tersenyum melihat anaknya yang kini telah tumbuh menjadi gadis dewasa, “Ada apa Mi? Serius amat kayaknya.”
Anneke dengan enteng dan bercanda menanggapi anaknya itu, “Palingan juga mau minta uang lagi. Iya kan Mi, gitu aja kamu pake serius amat deh.”
Mengetahui orang tuanya yang baik – baik saja itu, Naomi mengambil remote tv dan mematikan tv itu.
“Lho koq TV-nya dimatiin sayang? Ada apa sih MI?” tanya Anneke kebingungan melihat tingkah laku anaknya yang tidak biasa.
“Mah, Pah, sebenernya ada yang mau aku bicarakan. . .” Naomi mengambil nafas panjang sebelum melanjutkan kata – katanya, “tapi aku mohon Mama sama Papah jangan marah sama Naomi ya.”
Jeremi dan Anneke semakin kebingungan saat ini, “Lah, emangnya kamu ngapain sampai kamu bilang Papah sama Mamah gak boleh marah?” tanya Jeremy kepada anaknya yang menatapnya dengan tatapan lirih namun tajam.
Naomi berusaha menenangkan dirinya, dia kembali mengambil nafas panjang. Perlahan – lahan dan terbata – bata Naomi memulai kata – katanya, “Pah, Mah, sebenernya aku gak normal. . . Aku...”
Anneke memotong perkataan anaknya, “Apa maksud kamu gak normal?” tatapan tajam dan lirih pun tergambar pada wajah Anneke.
Jeremy hanya bisa memalingkan pandangannya ke arah langit – langit rumah dan berputar tak menentu. Bibirnya bergetar tidak mampu berbicara lagi.
“Mah, Pah, ini bukan salah aku. Aku gak tahu harus gimana lagi,” perlahan air mata Naomi jatuh, “Naomi harus ngaku sama Mama dan Papa.” Sesaat dia terdiam, tatapannya tidak menentu ingin melihat kearah mana. Lalu dia menunduk, “Mah, Pah, Naomi. . .” kata- katanya kembali terhenti karna isakan tangisnya, “Naomi Lesbian”

Jeremy dan Anneke amat sangat terkejut dengan pernyataan anaknya barusan. Hati orang tua mana yang tidak shock mendengar sebuah pengakuan dari anak yang selama ini mereka besarkan dan mereka kasihi dengna sepenuh hati. Bagaikan tersambar petir di siang bolong sepertinya tepat menggambarkan hati Jeremy dan Anneke saat itu.
Naomi sudah siap dengan apapun resiko yang akan diterimanya. Dia sudah siap apabila orangtuanya menyuruhnya pergi dari rumah. Dia sudah siap apabila orangtua yang selama ini membesarkannya tidak mau lagi menganggapnya sebagai anak.
Naomi langsung menghampiri orang tuanya dan sungkem di pangkuan kedua orangtuanya sambil menangis histeris. “Maafin Naomi, maafin Naomi Mah, Pah. Naomi gak bisa normal seperti anak perempuan lainnya. Naomi cacat Mah, Pah. Naomi enggak normal.” Kata – kata itu meluncur dari mulut Naomi begitu saja.
Dengan perlahan Jeremy dan Anneke menyentuh dan mengusap kepala anak yang sedang menangis di pangkuan mereka. Air mata juga tidak mampu ditahan oleh mereka.
“Naomi, sebenarnya,” Anneke perlahan berkata sambil terisak – isak, “Mama sama Papa sudah tahu kalau ada yang janggal dengan kamu.”
Naomi perlahan mengangkat kepalanya dan menatap Anneke lirih, “Maksud Mama?”
Jeremy menatap Istri dan Anaknya, “Kamu ingat ketika dulu waktu kamu kecil Mama dan Papa pernah mengajak kamu ke dokter. Trus, kamu ditanya banyak pertanyaan sama dokter itu?”
Naomi mengangguk pelan.
“Waktu itu Papa dan Mama ngajak kamu ke psikolog,” Anneke lanjut menjelaskan, “Mama dan Papa merasa ada yang janggal sama kamu saat itu. Kamu lebih suka apapun yang lebih disukai laki – laki. Kamu sama sekali enggak suka apapun yang sewajarnya disukai sama anak perempuan seumur kamu.”
Wajah kedua orangtua Naomi tersenyum lirih, sangat tergambar senyum penuh kekecewaan dan kesedihan. Naomi kembali menangis dalam pangkuan kedua orangtuanya sambil tidak berhenti mengarakan, “Maafin Naomi Pah, Mah,” isak tangis dan air mata terus mengirinya kala itu.
“Apapun yang terjadi sama Naomi, Naomi tetap anak Papa dan Mama.” Jeremy berusaha menghibur Naomi saat itu, “Papa dan Mama akan tetap sayang sama Naomi. Gimana pun kondisi kamu, kamu tetap anak Papa, gaka ada yang bisa mengubah itu. Sekali pun kamu tidak normal.”
Tangis Naomi makin meledak mendengar perkataan Papa yang disayanginya.
“Mama gak akan berubah. Mama akan tetap menyangi kamu,” Anneke mengucap kata – katanya lirih. Dia mengangkat wajah anaknya dan menghapus air mata Naomi.
Mereka bertiga berpelukkan saat itu. Suasana mengharu biru di rumah yang tidak terlalu besar. Naomi memeluk kencang kedua orangtuanya. Tangisan dan air matanya kembali meledak manakala mengetahui tanggapan orangtuanya. Antara senang, sedih, dan tidak menyangka akan tanggapan yang orangtuanya berikan.
“Mah, Pah, Naomi janji suatu saat Naomi akan berubah dan menjadi perempuan normal kaya perempuan – perempuan lainnya.” kata – kata itu meluncur tulus dari mulut Naomi kepada kedua orangtuanya yang saat itu ada dipelukannya.

Gue PR BUKAN PIAR

Hari Rabu yang cerah, dimana matahari sudah bersinar hangat menyinari Kota Jakarta yang sudah hiruk pikuk dengan berbagai kegiatan dan aktivitas setiap warganya yang selalu mencoba dan berusaha untuk menaikkan derajat status sosialnya. Persaingan selalu terjadi di kota yang tidak lagi Metropolitan, tapi sudah Megapolitan.

Pagi itu Samantha tengah sibuk mendandani penampilannya. Dari mulai membuat keriting sosis di bagian bawah rambutnya, foundation dan bedak untuk mencerahkan wajahnya. menggunakan eye liner yang membuat matanya terlihat lebih besar dan tajam, eye shadow tidak lupa dia bubuhkan demi menambah kecantikan wajahnya, tentu tidak ketinggalan lipgloss dan lipstick yang semakin membuat bibir perempuan itu merona.
Samantha memilih baju terbaik yang menurutnya akan menambah penampilan elegannya. Atasan putih dengan kerah shabrina yang menutupi pundak, dilengkapi dengan rok berwarna hitam yang panjangnya sedikit diatas lutut yang memamerkan bentuk kaki indah, panjang, dan jenjang. Penampilan elegannya semakin bertambah dengan pilihan sepatu wedges hitam yang membentuk kakinya semakin cantik. Aksoris kalung, cincin, dan gelang perak tidak ketinggalan ia gunakan. Dan sekarang dia siap untuk melakukan interview pekerjaan.

Samantha begitu semangat untuk melakukan test wawancara, apalagi ini adalah panggilan pertama untuknya setelah tiga bulan resmi menjadi Sarjana Ilmu Komunikasi dari salah satu universitas swasta di Jakarta. Secercah doa dia panjatkan pada Tuhan agar wawancara hari ini berjalan lancar dan dia dapat diterima di perusahaan yang menjadi tujuannya.
Wajah cantik perempuan Indonesia yang dimiliki Samantha semakin terlihat menarik kala dia tersenyum semangat keluar dari kamar kost-nya. Gadis yang biasa disapa Sam itu memang tinggal sendiri di Jakarta. Dia adalah seorang perantauan dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

”Pagi Mbak Sam. Mau kemana pagi – pagi gini udah cantik aja?” sapa Mbak Ivon pembantu di rumah kostan tempat Sam tinggal.
“Eeh Mbak Ivon,” senyum ramah Sam menyapa Mbak Ivon, “Iya nih, mau interview kerjaan. Doain ya mbak biar lancar.”
”Insya Allah lancar ya Mbak.”
”Amin Mbak, aku duluan ya.”
Dia kemudian mengambil kunci mobilnya dan bergegas membuka mobilnya yang terparkir di halaman depan bersama mobil – mobil penghuni kost lainnya.

***

Akhirnya Samantha sampai juga di perkantoran elite di wilayah Jakarta Pusat. Sesaat sebelum turun dari mobil dia kembali mengambil cermin dan melihat kembali wajahnya. Setelah dirasa cukup dia kemudian turun dari mobil dan kembali merapihkan pakaiannya. Lalu dia berjalan menuju kantor dengan penuh percaya diri.
Senyum hangat dan ramah diumbarnya kepada semua orang yang berpapasan dengannya. Kaum laki – laki tentu sangat menikmati pemandangan itu, bagaimana tidak seorang gadis cantik dengan paras Indonesia khas memberikan senyum yang begitu mempesona.

Tidak lama kemudian dia sampai dan menjelaskan kepada bagian front office maksud dan tujuannya. Kemudian dia duduk di sofa untuk menunggu panggilan untuk test wawancara. Tidak terlalu lama menunggu Samantha akhirnya dipanggil, dan dia berjalan menuju ruangan tempat berlangsungnya test tersebut.
“Silakan duduk,” seorang laki – laki kisaran usia tigapuluh tahun mempersilakan Samantha duduk dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman, “Saya Emir.”
Samantha mengulurkan tangannya dan bersalaman dengan Emir, “Saya Samantha.” Setelah itu dia duduk dengan anggun dan tetap tersenyum.

Emir membaca CV dari Samantha dan sesekali melihat kearah Samantha dengan tatapan ramah menggoda, “Oke, kamu lulusan PR ya. Dari yang saya baca di CV kamu sepertinya kamu cocok untuk berkerja disini.”
“Iya Pak. Terimakasih.” Senyum Samantha tidak berhenti diumbarnya.
“Gini, PR yang kita butuhkan di perusahaan ini akan tugasnya Simple,” Emir menjalaskan sambil memegang dahunya dan menatap tajam lawan bicaranya, “tapi apa kamu yakin bisa menjadi PR yang handal untuk salah satu anak perusahaan kami?”
Tidak ada keraguan dalam diri Sam untuk bertanya pada Emir, “Saya akan mencoba Pak. Memang apa tugas dari PR yang Bapak maksud?”
“Jadi gini, kamu akan ditempatkan di Desire Club. Club itu adalah salah satu anak perusahaan ini,” Emir menjelaskan dengan seksama. “Disitu tugas kamu simpel, beramah tamah pada semua tamu yang datang ke Desire Club, terutama member club. Disana kamu harus menawarkan untuk tamu – tamu untuk open bottle minuman – minuman yang kami jual. Setiap botol – botol yang dibeli tamu kamu akan mendapat komisi tambahan. Kalau memang tamunya tidak mau, kamu bisa merayu supaya mereka membuka botol. Bermanja – manja sedikit juga gak apa – apa.”

Samantha Shock mendengar penjelasan dari Pak Emir. Dia tidak menyangka Public Relations yang dimaksud Pak Emir seperti itu. Senyum hangatnya berganti mimik serius, tidak ada senyuman. Tatapan mata hangatnya berganti menjadi tatapan dingin.
“Maaf Pak. Sepertinya saya tidak cocok berkerja di perusahaan ini. Terimakasih.” Samantha bangun dari duduknya dan berlalu dari Emir dengan langkah kaki cepat keluar dari kantor itu.

***

Sambil menyetir mobil dia mengambil smartphone-nya dan menelfon salah satu temannya. Samantha berniat untuk ke rumah temannya itu. Jengkel, kesal, dan butuh teman untuk menceritakan unek – uneknya itu pada orang lain yang dia percaya.

Macetnya Jakarta pada hari itu menambah kekesalan gadis berusia duapuluh dua tahun itu. Masih terngiyang – ngiyang penjelasan Pak Emir yang menurutnya menyimpang dan bodoh. Gila aja tuh orang, bego banget sih! Bathin Sam mengamuk.

Setelah satu jam berjuang melawan macetnya Ibukota, akhirnya Samantha sampai juga di rumah kawannya. Sehabis parkir dia langsung masuk ke rumah temannya itu. Teman Sam yang memang sudah ada di halaman depan rumah menyambut kedatangannya. Mereka lalu cipika – cipiki dan masuk ke dalam rumah.

“Ada apa sih Sam sama lo? Koq tadi di telfon lo sewot amat deh?” tanya Olivia sesaat setelah dia dan Samantha duduk di meja makan sambil mengambil minuman untuk Sam.
Sebelum menjawab Samantha menjawab pertanyaan Olivia, dia minum minuman yang diambilkan sahabatnya, “Elo harus tau ya Liv, gue kan tadi interview kerjaan. Bete banget asli, kesel gue!”
“Wew, udah interview aja lo. Bukannya bersyukur lo udah dipanggil, gue aja nungguin panggilan sampe belumur gini.”
“Eeh gimana gue mau bersyukur Liv. Secara aneh banget deh. Kan itu buat PR ya, gue pikir PR disitu sama kaya PR – PR corporate kaya biasanya kan.” Samantha menjelaskan dengan menggebu –gebu dan sesekali menyibakkan rambut panjangnya, “Eeh, taunya gue mau ditempatin di anak perusahaannya yang Club gitu. Gue lah disuruh sok – sok’an ramah tamah ala – ala ke tamu – tamu. Trus jual – jualin minuman – minuman gitu.”
“Hahahahaha,” Olivia tertawa mendengar penjelasan dari sahabatnya yang lagi kesal, “Trus? Trus?”
“Gue bilang aja gini, sepertinya saya gak cocok kerja disini.” Samantha menirukan bagaimana dia menjawab Emir saat sesi wawancara tadi. “Gila aja lagian, ngapain gue capek – capek jadi sarjana kuliah PR kalo emang kerjaan gue Cuma jual – jualin botol trus ngerayu – rayu om – om supaya buka botol! Sorry deh gue mau jadi PR beneran yang oke, bukan PR yang Cuma bisanya leyeh – leyeh trus ngerayu – rayu.”
“Good, good. Lagian emang kalo di Indonesia sih aneh yah. Club – club disini nganggep PR itu cuman untuk jual – jualin botol. Trus, juga ada malah yang nawarin dirinya ke customer untuk playing sex. Amit deh gue!” Olivia menimpali kata – kata Samantha, “trus rencana lo gimana?”
“Jangan sedih, gue juga lagi nungguin panggilan kerjaan lagi nih. Semoga aja PR Firm yang gue kirimin CV bakal manggil gue deh.”

***

Sudah dua minggu Samantha tidak menerima panggilan pekerjaan setelah dia menolak pekerjaan sebelumnya. Tidak ada penyesalan dalam dirinya untuk mengambil keputusan itu. Dia amat sangat menentang segala apa yang tidak sesuai dengan prinsip yang dia anut. Apalagi selama menjadi mahasiswa dulu dia adalah orang yang sangat kritis dan mencari banyak pengetahuan mengenai profesi Public Relations yang sesuai dengan definisi dan praktik kerja profesional.
Buku – buku mengenai Public Relations seperti Affective Public Relations karya M. Cutlip dan buku – buku Strategi Public Relations karya praktisi dan ahli komunikasi tidak luput dia baca guna menambah pengetahuannya akan dunia Public Relation.
Tidak ketinggalan dia selalu mengikuti seminar – seminar baik di dalam kampusnya ataupun seminar di luar kampus untuk menambah ilmu dan wawasannya. Dengan demikian tidak heran kalau penjelasan dari Emir mengenia konteks kerja mengenai PR yang ditugaskan padanya tidak sesuai dengan apa yang dia anut. Menurutnya itu menyimpang. Itu bukan pekerjaan PR sebenarnya. Dipikirannya itu sama saja dengan sales. Percuma aja dia kuliah selama empat tahun dan mendalami ilmu Public Relation bila bekerja tidak sesuai prinsipnya.
Dia mau menjadi PR sesuai dengan apa yang dia dapatkan dari berbagai buku dan seminar – seminar yang dia ikuti. Dia mau menjadi media relations, client relations, public affair, government relations, strategic planer, atau corporate communications, atau dia juga ingin menjadi Konsultan PR yang handal.
Oleh karena itu selain mengirimkan lamaran pekerjaan ke perusahaan yang sebelumnya dia juga mengirimkan ke beberapa perusahaan Agensi PR di Jakarta. Sayangnya dari perusahaan – perusahaan PR firm itu belum memanggilnya. Tapi dia tidak putus asa, Samantha tetap menunggu dan berdoa agar dia dipanggil dan dapat bekerja di salah satu agensi PR konsultan yang dia tuju.

Dan pada akhirnya dia mendapatkan telefon dari salah satu perusahaan PR agensi untuk interview kerja. Tentu Samantha sangat senang dan gembira saat dia mendapatkan kabar. Tidak percuma dia menunggu dan sabar selama ini.

***

Singkat cerita setelah melewati beberapa test seperti wawancara dan psikotest, Samantha diterima di Agensi PR konsultan itu. Sam merasa beryukur karena agensi yang ditujunya adalah salah satu perusahaan yang cukup benefit dan terkenal di kalangan praktisi. Dia ditugaskan untuk menjadi media relations.
Menulis siaran pers perusahaan klien dan menyebarkannya ke media – media konvensional baik redaksi atau wartawan perseorangan, lalu mengirimkan undangan kepada media apabila ada acara klien seperti Media Launch, Media Annouchment, Press Conference, Media Roundtable, merupakan beberapa tugasnya saat ini.
Sam begitu enjoy dan menikmati pekerjaannya kali ini. Belum ada keluhan – keluhan berarti selama menjalani profesinya. Ya, paling kalau Sam mengeluh hanya karena jam kerjanya yang memang tidak teratur, kadang dia harus sampai jam sembilan malam di kantor. Atau dia lembur seharian untuk mendapatkan konfirmasi dari media atau klien.
Memang pada awal test wawancara, Samantha diwawancara oleh Managing Director di agensi itu. Pak Arif namanya, “Kamu yakin bisa mau bekerja di agensi? Jam kerjanya tentu tidak menentu, karena memang kita harus memenuhi kewajiban kita kepada klien sesuai dengan kontrak.”
Samantha menjawab dengan tegas, “Tentu Pak. Saya akan berusaha. Saya juga tidak mau over promisses but low contribute.”

Pada salah satu event kliennya, Samantha ditugaskan untuk menjaga meja registrasi media. Memang dari kebanyakkan wartawan yang datang pada acara tersebut kebanyakkan adalah laki – laki. Sehingga banyak wartawan yang centil dan menggodanya kala itu. Namun, dengan tetap sabar dan ramah, Samantha berusaha menyembunyikan perasaan risih saat mereka menggodanya.

Setelah registrasi media selesai, Samantha lalu masuk ke dalam tempat berlangsungnya acara. Senyum dan bersikap hangat kepada klien, media, dan teman – teman kantornya merupakan kewajiban baginya. Bagaimana pun dia harus menumbuhkan image baik di depan semua orang.
Pada saat dia ke toilet dia berpapasan dengan salah satu wartawan yang daritadi sudah melihatnya dengan tatapan aneh dan menggodanya. Namun, memang seperti tuntutan pekerjaannya dia harus bersikap ramah, karena dia tidak mau merusak nama baik tempatnya bekerja hanya karena egonya sendiri.
“Hey cantik,” sapa wartawan yang diketahui namanya Rudi dengan nada genit menggoda.
Sam hanya membalas dengan senyuman dan berlalu.
PLAK! Telapak tangan Rudi mendarat pada bokong Sam.
Sam yang tidak terima langsung membalik badannya dan berhadapan dengan pria yang tersenyum nakal itu, dan BUK!!! Tonjokkan mendarat pada wajah Rudi.

***

“Kamu gila apa!” Seorang laki – laki paruh baya membentak karyawan perempuannya sambil berdiri mondar – mandir dan menunjuk muka lawan bicaranya, “Kelakuan kamu tadi bisa merugikan perusahaan tau!”
“Tapi Pak Arief, tadi Mas Rudi yang berbuat kurang ajar ke saya pak. Dia menepok bokong saya duluan. Saya gak terima Pak.” Samantha menjelaskan mengapa dia sampai melakukan hal yang diluar kontrolnya tadi.
“Apapun alasan kamu, tapi kalau sampai Rudi memperkarakannya ke polisi bukan Cuma kamu aja yang kena dampaknya! Agensi saya ini juga pasti akan dapat reputasi buruk dari media dan klien!” Pak Arief tidak mau kalah menjelaskannya, “Samantha, seharusnya kamu tidak langsung bertindak kasar langsung begitu.”
“Saya gak takut kalau Rudi melaporkan tindakkan tadi. Saya juga akan melaporkan balik dengan tuduhan pelecehan seksual Pak.” Samantha tetap ngotot, dia tidak mau begitu saja disalahkan oleh atasannya.
“Kalau nanti tidak ada media yang mau datang ke acara – acara klien dan tidak mau menerbitkan press release yang kita kirimkan gimana? Agensi PR mana yang akan sukses kalau sudah dimusuhi media?”
Samantha yang merasa kalau dirinya tidak dibela dan pecuma kalau dia terus berargumen hanya bisa mengatakan maaf, “Oke Pak, saya minta maaf. Saya memang losed control tadi. Lain kali saya akan mengontrol emosi saya Pak.”
Arief mengambil nafas panjang, “Baiklah, semoga kamu tidak akan mengulang seperti yang kamu lakukan tadi. Ingat, reputasi perusahaan kita yang akan dipertaruhkan kalau kamu macam – macam, dan saya tidak segan – segan memecat kamu.”

***

Kejadian serupa hampir setiap acara klien dan mengundang media selalu terjadi. Samantha berusaha tetap behave menanggapinya. Dia teringat akan ancaman pemecatan dan reputasi buruk yang bukan hanya dia saja dapatkan, melainkan juga untuk kantornya.

“Ohh ini yang namanya Mbak Samantha. Cantik juga ya.” Celoteh seorang karyawan Klien perusahannya saat Samantha beramah tamah dan memperkenalkan dirinya pada semua orang yang menyapanya.
Sam hanya menanggapi dengan tersenyum dan, “Terimakasih Mas.”
“Iya ya cantik. Coba aja kancing kemejanya dibuka satu lagi. Pasti bener – bener PR banget deh.” Celoteh karyawan klien lainnya dengan mata genit sambil tatapannya melihat bagian dada Sam.
Sam menyipitkan matanya. Dia menahan emosinya. Ekspresi tidak suka ditunjukkan kepada beberapa wartawan dihadapannya. Dengan langkah kaki gontai, Sam meninggalkan mereka semua sambil meremas telapak tangannya sendiri.
Salah satu rekan kerja Sam yang bernama Seto melihat kejadian itu. Bergegas dia menghampiri Sam yang menuju arah toilet.
“Sam, lo kenapa? Ada apa Sam?” tanyanya saat setelah dia menyusul dan menarik tangan Sam sampai gadis itu berhadapan dengannya.
“Heran, tuh karyawan klien gak ada sopan – sopannya amat. Masa gue dibilang coba buka kancing satu lagi pasti PR banget deh.” Jawab Sam dengan emosi yang menggebu – gebu menahan agar tidak keluar seperti kejadian sebelumnya.
“Hahahahaha, serius lo?” Seto tertawa terbahak – bahak. “Oke gue ngerti, tapi lo jangan sampe losed control lagi ya. Inget, biar gimanapun mereka klien, jadi lo jangan sampai macam – macam. Lo harus tetep ramah sama mereka, apalagi sama boss-nya.”
“Iya gue akan tetap ramah. Tapi gue ramah bukan berarti harus memperilihatkan belahan dada gue dan leyeh – leyeh kaya Nikita Mirzani ya!”

Dan tanpa disadari Samantha, sendari tadi ada sepasang mata yang memperhatikan gerak – geriknya dengan tatapan seperti macan yang siap menerkam mangsanya.

***

“Pak, itu karyawan anda yang bernama Samantha boleh juga ya.” Kata seorang laki – laki di sebrang saluran telefon.
“Hahaha, maksudnya apa Pak Munawar?”
“Masa Pak Arief gak ngerti maksud saya?!” pertanyaan balik terlontar begitu saja. “Perusahaan saya akan terus menjalin kerjasama dengan agensi Bapak. Saya tidak akan mengambil kontrak dengan agensi lainnya. Kalau perlu saya akan memberikan investasi kepada Agensi Pak Arief.”
Arief tentu saja kaget dan tidak menyangka kalau kliennya akan mengatakan bentuk kerjasama yang ditawarkan. Tergiur dan gelap mata kini dialaminya. “Oke, semua akan beres pak!”

***

Samantha terlihat bingung saat mengetahui dari rekannya kalau dia dipanggil atasannya. Dia tidak mengetahui pasti mengapa dia dipanggil. Tumben si boss manggil gue, salah apaan gue ya? Apa gue mau dikasih kerjaan lagi? Pertanyaan demi pertanyaan berkecamuk dalam bathinnya.

“Samantha, begini saya mau mempromosikan kamu untuk naik jabatan.” Kata Pak Arief saat Samantha duduk di depan meja kerjanya.
Tentu saja perempuan itu shock mendengar apa yang dikatakan atasannya itu. “Hah? Promosi pak? Tapi kan saya belum tiga bulan pak kerja disini.”
Pak Arief memutar bola matanya dan senyum aneh mengembang dari bibir tebalnya, “Gini, saya mau menawarkan sesuatu pada kamu. Klien kita, Pak Munawar CEO perusahaan IT mau kamu jadi konsultan pribadinya.” Perlahan – lahan dia menjelaskan semuanya pada Sam.
“Hah? Maksudnya Pak?”
“Iya dia meminta kamu untuk jadi Konsultannya. Dia suka sama kamu. Kalau kamu bisa deketin dia, Agensi kita akan mendapatkan investasi dan tentu saja Pak Munawar akan memperpanjang kontraknya dan akan mengambil kontrak – kontrak yang belum diambil. Tentu ini akan menguntungkan perusahaan dan karier kamu ke depan. Ya, rayu – rayu dikit lah Pak Munawar itu.”
Mata Samantha membelalak. Kaget dan tidak menyangka kalau boss-nya akan menjual dirinya pada klien perusahaan, “Maksud bapak, bapak mau jual saya?”
“Enggak, enggak. Bukan begitu Sam. Saya hanya mau membuka peluang kamu kedepannya untuk menjadi Konsultan PR yang handal.”
Sam memalingkan wajahnya dan melirik tajam pada atasannya, “Dari penjelasan bapak tadi, saya menagkap kalau bapak mau menjadikan saya sebagai gratifikasi untuk perusahaan ini kan? Maaf pak, saya gak bisa.”
“Samantha, sebaiknya kamu memikirkan dulu.” Pak Arief tetap tenang menghadapi lawan bicaranya yang sudah dirasa emosi. “Ini akan menguntungkan kamu juga, bukan hanya perusahaan saja. Kamu akan bisa jadi Konsultan PR yang mahal dan tentu diperhitungkan enggak kalah sama saya.”
“Pak, saya masih bisa deh kalau ngerjain apa kek. Tapi gak begini juga pak.” Samantha meninggikan nada suaranya.
“Tenang Sam. Kamu gak perlu emosi seperti itu.”
“Maaf yaa Pak, saya mau jadi Profesional PR, bukan PIAR! Saya gak mau jadi Piaraan!” Sam semakin meninggikan nada bicaranya. Dia tidak peduli lagi dengan siapa dia berhadapan.
“Lho koq jadi piaraan?” Pak Arief tentu tidak mau kalah, dia juga meninggikan suaranya, “Saya Cuma menawarkan hal yang pastinya akan menguntungkan buat kamu juga.”
Sam bangkit dari duduknya dan menunjuk Pak Arief, “Halahh, itu sama aja saya jadi gratifikasinya Bapak. Itu sama aja Bapak menjual saya! Ingat pak saya PR bukan PIAR!!!”
Pak Arief yang terkejut dengan perlakuan karyawan barunya yang memang cantik itu langsung berdiri, “Kamu kenapa jadi kurang ajar sama saya?!! Saya juga nawarin ini demi kebaikkan kamu! Yaudah, kalo kamu gak mau, saya pecat kamu!”
Senyum miring tergambar dari paras Sam, “Gak perlu bapak pecat! Saya RESIGN!” dan Buk!!! dia memukul meja Pak Arief sangat kencang.

Senin, 10 Juni 2013

Apakah Harus Menyalahkan Teman??

Relationship, mungkin gue terpaku pada satu kata itu. Mencoba untuk memulai suatu hubungan dengan orang baru yg.

Salah besar mungkin gue lakukan saat mengenalkan orang yg baru gue kenal ke teman-teman gue.

Jaim, yaa setiap orang akan melakukan itu pada saat baru berkenalan dengan seseorang. Munafik kalau kita mengatakan akan berpenampilan/berkelakuan saat baru mengenal seseorang dengan apa adanya.
Setiap orang pastinya akan jaim dan gak akan menjadi dirinya sendiri. Karena first impression dibentuk dari 10detik pertama.


Mungkin salah gue, mengenalkan kepada teman gue seseorang yg baru gue kenal dengan tujuan memulai sebuah relationship.
Kejadiannya baru aja gue alamin. Gue jalan sama orang itu, ya bisa dikatakan first date. Dan salahnya gue adalah setelah first date itu gue mengenalkan ke teman gue.
Alhasil teman gue menceritakan mengenai siapa gue & bagaimana gue dalam kepribadian berteman dgn mereka. Gak munafik dalam hidup emang butuh beberapa topeng kepribadian guna menyesuaikan how to attracts & bagaimana berperilaku yg disesuaikan dgn kebutuhan dgn siapa kita akan berinteraksi.
Dan yg gue tuai skrg adalah; mungkin orang itu ilfeel mengetahui gimana gue saat berteman dgn teman-teman gue; atau mungkin jg orang itu ilfeel karna gue gak se-mature apa yg dia kira sebelumnya.

Dan sekarang gue cukup menyesal akan hal itu & gak tahu harus berbuat apa. Mau marah, mereka jg gak salah. Mereka teman-teman baik gue. Tapi kalau dibilang gak terima mungkin bisa, tapi siapa yg harus disalahkan?

Latar Belakang SKRIPSHIT

Jakarta, Ibukota negara Republik Indonesia yang dikenal sebagai kota Metropolitan. Kota besar yang menyimpan banyak cerita mengenai perkembangan berbagai sektor di Indonesia, baik sektor ekonomi, sektor sosial, maupun budaya.
Jakarta menjadi salah satu kota yang berkembang dengan proses asimilasi dan akulturasi berbagai budaya, baik budaya lokal Indonesia, maupun budaya dari belahan dunia yang lainnya. Lahirnya sebuah berbagai kelompok sosial yang ada di Jakarta tentu tidak dapat dihindari. Kelompok – kelompok tersebut dapat berbentuk kelompok karena kesamaan suku bangsa, kelompok yang lahir karena adanya kesamaan dalam bidang pekerjaan, maupun kelompok yang lahir karena kesamaan persepsi dan cara berpikir.
Keberagaman kelompok dan komunitas sosial di DKI Jakarta tentunya menimbulkan pola – pola komunikasi dan interaksi yang terjadi dalam setiap kelompok atau komunitas tersebut. Dan kita tidak dapat menutup mata bahwa diantara kelompok dan komunitas yang ada di DKI Jakarta ada beberapa diantaranya adalah yang berasal dari kaum marjinal atau kaum – kaum minoritas. Salah satunya adalah kelompok atau komunitas Homosexual Gay.



Homoseksual, merupakan suatu kata yang tabu bagi kebanyakkan masyarakat Indonesia, hal ini disebabkan karena homoseksual tidak sesuai dengan norma agama, budaya, dan norma asusila yang dianut dan berkembang di Indonesia. Homoseksualitas adalah rasa ketertarikan antara individu yang memiliki jenis kelamin atau gender yang sama, biasanya mereka disebut dengan kaum homoseksual. Homoseksualitas dikenal oleh masyarakat terbagi atas tiga jenis; gay, merupakan kaum laki – laki yang menyukai dan memiliki hasrat kepada sesama laki – laki; lesbian, merupakan kaum perempuan yang menyukai dan memiliki hasrat terhadap sesama perempuan; bisexual, merupakan laki – laki atau perempuan yang dapat memiliki hasrat terhadap kedua jenis gender. Namun, tidak dapat diungkiri bahwa kaum homosexual tinggal dan menetap di Indonesia. Saat ini, kaum gay sendiri sudah dianggap wajar dalam pergaulan sosial di beberapa kota besar di Indonesia, khususnya Jakarta. Hal ini disebabkan karena oleh perubahan sosial yang terjadi, pemikiran yang sudah mulai terbuka terhadap kaum homosexual, dan eksploitasi media mengenai pembahasan homosexual.
Kaum gay tersebut sudah ada pada zaman Nabi Luth AS, dimana pada masa Nabi Luth AS kaum homosexual disebut sebagai kaum sodom dan kaum gomorah. Kaum sodom dan kaum gomorah tersebut sudah ditentang karena tidak sesuai dengan agama yang disebarkan oleh Nabi Luth AS. Sama hal nya seperti pada zaman sekarang ini, kaum gay dan kaum lesbian juga ditentang oleh sebagian besar negara-negara di seluruh dunia, khususnya di negara-negara belahan timur. Namun, di Amerika Serikat, dan beberapa negara di belahan benua Eropa, mereka terbuka akan kaum gay. Bahkan di negara-negara tersebut mereka melegalkan pernikahan sesama jenis. Namun, untuk negara di Indonesia sendiri, kaum homosexual sangatlah mendapatkan pertentangan karena tidak sesuai dengan norma agama, norma budaya, dan norma asusila yang berlaku di Indonesia
Penelitian mengenai kaum homosexual menjadi hal yang sangat menarik untuk diteliti. Hal ini disebabkan karen keberadaan kaum homosexual, khususnya gay mendapatkan perhatian tersendiri. Mereka ditentang oleh masyarakat khusunya tokoh pemuka agama, tokoh masyarakat, dan masyarakat awam lainnya. Jumlah gay yang semakin bertambah di Indonesia khususnya, menjadi salah satu bukti bahwa pembahasan mengenai kaum gay memang menjadi sebuah pembahasan yang menarik. Seperti salah satu sumber di internet menyebutkan hasil survey salah satu yayasan yang menaungi kaum gay yaitu yayasan Pelangi Kasih Nusantara (YPKN) bahwa kaum gay di kota Jakarta mencapai 4.000 hingga 5.000 orang. Yayasan lain yaitu Gaya Nusantara, memiliki hasil survey untuk wilayah Jawa Timur, mereka memperkirakan ada sekitar 260.000 orang dari 6.000.000 masyarakat di Jawa Timur adalah kaum homoseksual
Banyaknya jumlah kaum homoseksual di Indonesia, dapat dijadikan sebuah alasan bahwa kehidupan mereka dapat dijadikan sebuah permasalahan menarik untuk dibahas dalam sebuah penelitian.
Selain jumlah kaum gay yang bertambah banyak, acara – acara para kaum gay mulai marak bermunculan di kota – kota di Indonesia. Salah satunya adalah pada tahun 2010 di kota Surabaya, Jawa Timur. Sebuah kongres kaum gay yang diadakan oleh organisasi gay dan penyimpangan seksualitas lain yang bernaung dalam International Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender dan Intersex Association (ILGA). Walaupun akhirnya kongres kaum gay ini ditunda karena tidak mendapatkan izin dari walikota dan poltabes Surabaya, namun ketua pelaksana ILGA tersebut tetap berusaha untuk acara ini dapat berjalan sesuai rencana mereka. Selain di dalam Negara Indonesia sendiri, pemberitaan dan kehidupan kaum gay memang dapat dikatakan menarik dan disoroti oleh banyak kalangan masyarakat maupun media.
Selain kongres tersebut, saat ini juga ada pemilihan Mister Gay International yang rutin diadakan setiap tahunnya pada pertengahan tahun. Acara tersebut diikuti oleh kurang lebih 30 negara yang mengirimkan perwakilannya setiap tahun. Tahun 2012 lalu, ajang ini dilakasanakan di Filipina.
Pada tahun 2010, lagu Agnez Monica yang berjudul “Cinta Tak Ada Logika” sempat dianggap dan dijadikan lagu panutan untuk kaum gay Indonesia yang berdomisili di Hongkong. Lirik lagu tersebut, “Cinta ini, kadang – kadang tak ada logika. Simpan semua hasrat dalam hati, hanya ingin dapat memiliki dirimu hanya untuk sesaat,” dipersepsikan oleh kaum gay di Hongkong tersebut sebagai pemaknaan bahwa cinta tidak mengenal logika, dimana pada logika dan normalnya cinta adalah milik laki – laki dan perempuan, namun para gay tersebut menganggap bahwa cinta tidak mengenal gender dan dapat berlawanan dengan logika.
Lalu pada tahun 2011, lagu Lady Gaga yang berjudul “Born This Way” dijadikan dan dianggap sebagai lagu yang mendukung keberadaan dan eksistensi kaum homosexual di seluruh dunia. Ini dikarekan pada bagian bridge lagu tersebut bertuliskan, “No Matter Gay, Straight, or Bi, Lesbian, Transgender Life, I’m on the right track baby I was Born Survive.” Maksud dari lagu lirik lagu tersebut mengandung arti; tidak peduli terlahir sebagai seorang yang normal, gay, lesbian, atau pun transgender, kaum – kaum tersebut berada di jalan yang sudah ditakdirkan Tuhan dan mereka harus kuat dan tegar dalam menjalani kehidupannya walaupun terlahir dalam keadaan yang tidak normal.
Hal terbaru yang menarik dan baru terjadi tahun 2012 lalu adalah seorang pendeta asal Malaysia yang menikahi pasangan sejenisnya di Amerika Serikat, dan setelah itu mereka membuat perayaan di Negara Malaysia yang mayoritas penduduknya beragama muslim. Acara tersebut sangat ditentang oleh pemerintahan Malaysia. Hal ini menjadi bukti bahwa acara – acara yang bersingggungan dengan kaum gay, baik di Indonesia maupun di Negara – Negara lain yang belum melegalkan hubungan sejenis ini menjadi suatu hal yang kontroversial dan cukup disorot oleh media.



Dalam penelitian ini, penulis tidak akan meneliti dan mengungkapkan dua jenis kaum homosexual (gay dan lesbian). Penulis hanya akan mengungkapkan mengenai kaum homosexual lelaki penyuka sesama lelaki, atau dikenal dengan kaum gay. Kaum gay terbagi atas tiga macam golongan; Gay Top, Gay Versatile, dan Gay Bottom. Apa itu kaum gay top, versatile, dan bottom?
Top, versatile, dan bottom, merupakan sebutan untuk para kaum gay yang menitik beratkan pada kegiatan mereka dalam melakukan hubungan seks dengan sesama jenis mereka. Top, merupakan kaum gay yang memiliki role in the sex yang melakukan penetrasi penis dengan melakukan penetrasi penisnya ke lobang anal partnernya. Bottom, merupakan kaum gay yang menerima penetrasi penis partnernya ke dalam lobang analnya. Sedangkan Versatile, merupakan kaum gay yang dapat melakukan penetrasi ke lobang anal partnernya dan dapat juga menerima penis partner sex-nya ke lobang analnya (dapat menyodomi dan disodomi).
Biasanya kaum gay top disebut sebagai “laki-laki”-nya dalam hubungan tersebut, sedangkan bottom disebut sebagai “perempua”-nya. Keberadaan versatile dapat masuk ke dalam dua kategori tersebut, tergantung dengan kaum apa mereka melakukan hubungan sex-nya.
Kaum gay top umumnya bersifat maskulin, jauh dari kesan kewanita-wanitaan. Hal ini menyebabkan sulit sekali mengidentifikasi apakah laki-laki tersebut merupakan kaum gay atau bukan, karena memang dramaturgi yang ditunjukkan sama dengan laki-laki normal pada umumnya. Berbeda dengan kaum gay bottom yang dapat dengan mudah diidentifikasi oleh masyarakat umum maupun kaum gay lainnya, hal ini disebabkan karena kaum bottom kebanyakkan memiliki sifat feminim dan sangat kewanitaan dalam bereprilaku sehari-hari. Sedangkan untuk kaum versatile, sulit untuk diketahui apakah dia versatile, hal ini dikarenakan sebagian dari mereka ada yang bersifat sangat maskulin namun juga ada yang bersifat kemayu dan feminim.
Sejak tahun 2012 lalu berkembang suatu penyebutan baru dalam dunia homosexual, yaitu “Top Lady”. Top lady merupakan penyebutan untuk kaum gay yang memiliki sifat kewanita-wanitaan dan feminim, namun memiliki role sex nya sebagai “top”.
Dalam melakukan pola komunikasi pada lingkungan area publik, gay memilki cara tersendiri dan berbeda dengan masyarakat normal lainnya. Pola komunikasi tersebut berbeda-beda pada setiap lingkungan tempat kaum gay berada dan menempatkan diri (tergantung apakah mereka dapat diterima atau ditolak pada lingkungan tersebut). Berbagai cara berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain dengan sesama kaum gay menjadi cara tersendiri pada saat mereka berada pada area publik.
Takutnya dikucilkan dan tidak diterima oleh masyarakat luas lainnya menjadi alasan mengapa komunitas kaum gay menggunakan pola komunikasi dan interaksi yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Penggunaan simbol – simbol tertentu yang hanya dimengerti oleh sesama kaum gay menjadi ciri tersendiri untuk kaum gay untuk menunjukkan eksistensinya dan menyatakan bahwa mereka ada di dalam masyarakat.
Simbol – simbol yang digunakan oleh kaum gay untuk menunjukkan eksistensi diri diantaranya adalah dengan menggunakan bahasa tubuh yang hanya dimengerti oleh kaum gay baik individual maupun dalam scoop meluas, aksesoris tertentu yang berbeda dengan aksesoris pria normal pada umumnya, dan kaum ataupun kemunitas gay juga menggunakan simbol – simbol lainnya untuk menunjukkan pernyataan mereka ada ataupun untuk mengirimkan berbagai pesan – pesan tertentu kepada individu atau kelompok gay lainnya.
Dalam buku Matode Penelitian Komunikasi; Etnografi Komunikasi, Prof. Dr. Engkus Kuswarno, M. S. (2008: 22) ditulis bahwa interaksi yang terjadi antar individu berkembang melalui simbol – simbol yang mereka ciptakan. Realitas sosial merupaka rangkaian peristiwa yang terjadi pada beberapa individu dalam masyarakat. Interaksi yang dilakukan antar individu itu berlangsung secara sadar dan berkaitan dengan gerak tubuh, vokal, suara, dan ekspresi tubuh, yang kesemuanya itu mempunyai maksud dan disembut dengan “simbol”.
Dalam buku Teori Komunikasi Individu Hingga Massa, Morisson (2013: 111) melalui paham interkasi simbolik, individu berinteraksi dengan individu lainnya sehingga menghasilkan suatu ide tertentu mengenai diri yang berupaya menjawab pertanyaan siapakah Anda sebagai manusia? Menurut pandangan interkasi simbolik, makna suatu suatu objek sosial serta sikap dan rencana tindakan tidak merupakan suatu yang terisolasi satu sama lain. Seluruh ide dan paham interkasi simbolik menyatakan bahwa makna muncul karena adanya interkasi.
Kaum homoseksual, kaum minoritas yang sering kali menjadi bahan perdebatan pada topik pembicaraan yang menyangkut budaya dan agama ini sangat baik dalam melakukan suatu pola interkasi tertentu untuk mengirimkan berbagai macam pesan ataupun signal kenapda komunikan yang mereka tuju, maupun untuk menyatakan bahwa mereka ada didalam ruang lingkup masyarakat luas,
Pada penelitian ini penulis akan meneliti pola komunikasi dan interaksi yang dilakukan oleh kaum gay “top”, “bottom”, dan “versatile”. Pola komunikasi yang seperti apa yang mereka lakukan dalam kehidupan sehari-hari saat mereka berkumpul dengan appear group mereka sesama kaum gay, saat mereka menunjukkan ketertarikkan dengan sesama jenisnya, dan pada saat mereka berkencan pasangannya. Interaksi yang mereka lakukan ini yang menjadi focus penelitian penulis, bagaimana cara seorang gay top, bottom, versatile mengelola kesan dirinya sesuai dengan keinginannya.

Minggu, 09 Juni 2013

Balada Cant Move--On

Hari demi hari berganti
Waktu terus berjalan tanpa ada bisa yang menghentikan
Musim terus berganti seiring perputaran bumi pada porosnya
Ada kalanya hari begitu cerah,
dan ada kalanya hari begitu mendung dan disesaki angin bergemuruh

Waktu berganti seiring berjalannya roda kehidupan
yang seolah memaksa mencari hikayat sebuah sandiwara pada plot – plot duniawi
Tidak ada yang mengetahui dengan pasti dengan siapa kita akan hidup kelak.

Perasaan di hati
pikiran di otak tidak dapat berubah
Akan selalu teringat dengan apa yang sudah dilalui.

***

Banyak yang mengatakan di social media kalau perempuan akan lebih sulit move-on dibandingkan dengan laki – laki. Banyak yang menganggap kalau hal itu dikarenakan perempuan lebih mengandalkan perasaannya dibandingkan menggunakan logika sebagai prioritas pengambilan keputusan atau sebagai sudut pandang.
Namun pernyataan diatas tidak berlaku bagi Sakti, seorang lelaki muda, berpenampilan menarik, lulusan perguruan tinggi terkemuka di Indonesia, dan sudah bekerja di salah satu perusahaan multinasional dibidang periklanan.
Sejak Reyna pergi meninggalkannya dan memilih untuk menikah dengan orang lain, hari – harinya kini sudah tidak seindah dulu lagi. Tidak ada keceriaan. Tidak ada sentuhan – sentuhan yang dapat menyemangati hari – harinya. Yang ada hanya tuntutan sebuah kewajiban yang dianggapnya harus ia penuhi.
Hubungan yang dia bina dengan Reyna selama lima tahun berakhir sia – sia. Sebuah tragedi pribadi menghantam hubungan pasangan itu. Kepercayaan yang selama ini Sakti berikan kepada Reyna dihancurkan.
“Aku Hamil Sakti.” Reyna memecah keheningan di dalam mobil malam itu.
Sakti tercengang kaget tidak percaya dengan apa yang dikatakan kekasih yang dicintainya itu, “Anak siapa? Apa itu anak aku?” memang hubungan asmara mereka berdua selalu diwarnai dengan hubungan intim layaknya suami – istri, “Selama kita melakukannya aku kan selalu pakai pengaman. Gimana kamu bisa hamil?”
Reyna mengambil nafas dalam – dalam. Berat baginya untuk dapat mengakui segalanya. “Ini buknn anak kamu!” air mata mengalir dari perempuan cantik itu.
Serasa disambar petir saat itu, Sakti memelototkan matanya tidak percaya dengan jawaban perempuan yang selalu menjadi sumber semangatnya, “Apa? Jadi itu anak siapa? Dengan laki – laki mana lagi kamu melakukannya?”

Seakan trauma dengan pengkhianatan, sulit bagi Sakti untuk dapat memulai sebuah hubungan baru kembali. Perempuan yang menjadi penyemangat dirinya untuk kerja keras guna mendapatkan uang banyak yang kelak akan dinikahinya harus meninggalkannya. Kepercayaan yang selama ini dia berikan disia – siakan begitu saja.
Malam – malam setelah kejadian tersebut kerjanya hanya mabuk – mabukkan. Tidur dengan perempuan yang berbeda hampir setiap malam. Kalau tidak begitu, dia akan larut dalam pekerjaannya. Berusaha menyibukkan diri adalah salah satu pengalihan pikirannya yang selalu memikirkan Reyna.
Tidak ada cinta lagi baginya. Kesetiaan hanya omong kosong. Perasaan yang hancur membawanya pada kenyataan yang amat sangat pahit. Pikiran negatif kepada perempuan dan kesetiaan tertanam dalam pada dirinya.
Dia tidak dapat mengungkiri kalau perasaannya masih hanya dan selalu untuk Reyna. Perempuan yang selama bertahun – tahun menemani hari –harinya. Perempuan yang menjadi alasan untuk dia berubah menjadi kearah yang lebih baik. Perempuan yang tidak dia sangka menghancurkan kesetiannya.
Terkadang dia selalu bertanya pada dirinya sendiri sampai kapan semua ini berakhir. Hidupnya tidak sehat lagi. Kenyataan yang harus ia hadapi seakan tidak mampu dia hadapi. Sakti ingin move-on, dia ingin melupakan Reyan. Dia ingin tidak ada lagi bayang – bayang Reyna. Dia ingin bisa kembali mencintai perempuan lainnya, bukan hanya menjadi pelampiasan nafsu duniawi belaka.
Walaupun sudah menyibukkan diri dengan pekerjaannya, dia tetap tidak mampu menghapus bayang – bayang Reyna. Meski kariernya terus berkembang, namun dia tetap merasa kesepian dan terjebak dalam kenangan – kenangan manis masa lalu yang tidak mampu dia lupakan.

Suami - Istri atau Ayah - Ibu

Menikah, tentu bukan masalah mau atau tidak mau saja. Tapi menikah juga harus dibarengi dengan mampu atau tidak mampu. Tentu banyak diluar sana yang ingin membina rumah tangga dalam lembaga pernikahan. Apalagi untuk para perempuan yang sudah diatas usia duapuluh tahun dan pria diatas usia duapuluh lima tahun. Namun sudah kah siap mereka yang ingin menikah dengan berbagai resiko setelah pernikahan antara laki – laki dan perempuan terjadi?
Menikah bukan hanya perkara hanya menyatukan dua sejoli. Menikah juga menyatukan antara dua keluarga, bahkan dua kebudayaan dan nilai – nilai tertentu yang berlaku pada keluarga masing – masing. Dan tentunya setelah menikah kedua orang itu bukan hanya akan menjadi suami dan istri, namun juga akan menjadi Ibu dan Ayah.
Dari banyak kasus yang gue survey secara tidak formal ini gue menemukan berbagai fakta yang ternyata terjadi dalam sebuah lembaga rumah tangga. Pasangan – pasangan tersebut dari awal lebih siap menjadi suami dan istri. Mereka rata – rata belum siap menjadi seorang Ibu dan Ayah untuk anak – anak mereka.
Menjadi seorang Ibu dan Ayah bukan saja hanya perkara membuahi sel telur dengan sperma. Bukan hanya persiapan segala kebutuhan materi untuk si anak kelak. Bukan hanya mengalami proses kehamilan selama sembilan bulan sepuluh hari. Dan bukan juga hanya berlandaskan keinginan dari sepasang suami – istri untuk menimang anak.
Selalu dan pasti pasangan suami – istri mana yang tidak senang kalau mengetahui Istri, anak, menantu, adik/kakak dalam keadaan positive hamil. Perut istri akan membesar dan terus membesar seiring perkembangan sang janin. Segala persiapan menyambut sang anak lahir pun dilakukan; belanja kebutuhan si kecil; mengadakan empat bulanan atau tujuh bulanan; mungkin dengan baby shower; dan lain sebagainya kegiatan dilakukan guna menyambut kehadiran bayi mungil tersebut.
Setelah bayi itu lahir di dunia dengan selamat tanpa kekurangan satu apapun dan tidak cacat, semua orang senang dalam keluarga itu, terlebih Suami dan Istri. Mereka akan menajdi Ayah dan Ibu, Kakek dan Nenek, Om dan Tante.
Siapa yang tidak mendambakan adanya suara tangisan bayi mungil dalam keluarga suami dan istri itu? Semua senang dengan kehadirannya.
Setelah melahirkan biasanya seorang Ibu Baru akan mengalami masa baby blues selama beberapa hari. Bentuk yang dirasakan ibu baru kalau sedang mengalami baby blues beraneka ragam. Ada yang tidak berani menyentuh anaknya sendiri. Ada juga yang membenci kelahiran anaknya karena semua perhatian tercurah bukan lagi padanya namun kepada anaknya, apalagi perhatian dari suami. Bentuk lain dari baby blues salah satunya adalah sang Ibu merasa paranoid mengenai bisa tidaknya dia mengurus anak dengan baik. Dan masih banyak lagi bentuk – bentuk baby blues.
Menurut gue ketika seorang perempuan mengalami baby blues adalah suatu proses alami, namun juga dapat menggambarkan pribadi lain dari perempuan tersebut. Bukan hanya pribadi saja, namun juga watak.
Setelah baby blues berlalu perempuan kembali mencintai anaknya kembali. Dia merasa senang dan menyanyangi anaknya. Karena kehadiran seorang anak dapat menandakan bahwa pasangan suami – istri tersebut pasangan yang “subur”. Ada juga yang mengatakan dengan kehadiran seorang anak adalah simbol “lengkaplah sudah mereka menjadi keluarga”.
Tentu tidak semua pasangan suami – istri mengurus dan mengikuti perkembangan anaknya sejak usia bayi hingga balita. Mereka ada yang tetap sibuk dengan kariernya, sibuk dengan arisan dan lingkungan sosialnya, hingga anaknya dititipkan kepada pengasuh atau kepada orang tua yang tidak memiliki kesibukan seperti mereka.
Kebanyakkan dari orang tua juga lebih fokus untuk mengikuti perkembangan fisik dan motorik anak dan mengabaikan perkembangan psikologi dan demografi dari anaknya. Mereka mengabaikan kemungkinan – kemungkinan adanya perubahan sikap, cara berpikir, dan bagaimana karakter yang akan anaknya miliki.
Mungkin pada usia dibawah duabelas tahun orang tua dapat berperilaku semaunya kepada anaknya. Anaknya harus mengikuti apa kata orang tuanya dan mengabaikan hal – hal kecil bagaimana mereka atau orang yang mereka titipkan anaknya mendidik anaknya. Seperti yang kita tahu pembentukan karakter anak dimulai sejak dini (jadi jangan Cuma menyalahkan anaknya kalau perilaku mereka menyimpang atau tidak sesuai di kemudian hari).
Kalau pada usia dibawah duabelas tahun jika anak melakukan kesalahan Ayah dan Ibu bisa marah dengan membentak atau melakukan kontak fisik tertentu. Efeknya simpel, anak akan menangis meminta ampun kepada Ayah dan Ibunya, dan berjanji tidak akan mengulang kesalahan yang sama. Pada usia itu anak takut kepada orang tua. Anak tidak berani. Dan anak tidak dapat melakukan apa – apa. Begitu pun pada mindset orang tua.
Biasanya setiap pasangan akan siap dengan perilaku dan bagaimana cara menghadapi anak pada usia dibawah duabelas tahun. Namun, bagaimana dengan usia tigabelas tahun keatas?
Biasanya kesuksesan dalam lembaga rumah tangga hanya diukur dari keberhasilan mereka menjadi suami – istri yang lenggang, jarang bertengkar, dan dapat menyelesaikan segala masalah yang mendera rumah tangganya. Namun apa hanya itu saja?
Balik lagi kepada si anak, anak pada usia tigabelas hingga duapuluh satu tahun akan mengalami masa pubertas (dari buku perkembangan psikologi manusia, lupa judul, lupa pengarang. Namanya juga survey tidak formal). Pada masa pubertas seorang anak akan mengalami masa pencarian identitas kepribadian mereka. Adanya suatu gejolak untuk menunjukkan eksistensi dalam lingkungan mereka tinggal atau bersosialisasi akan timbul.
Eksistensi tersebut maksudnya adalah pemberontakan terhadap orang tua. Mereka biasanya akan mengalami konflik dengan Ayah dan Ibunya. Mereka mau dianggap sebagai pribadi yang sudah dewasa, namun dalam suatu kondisi mereka juga masih mau dianggap sebagai anak kecil.
Biasanya banyak Suami dan Istri yang tidak siap mengalami masa dimana peran mereka sebagai Ayah dan Ibu harus dapat menjadi seorang yang Anak “percaya” dan “dekat” pada masa pubertas. Ayah – Ibu kebanyakkan masih mempertahankan dramaturgi yang mereka lakukan saat si Anak masih pada usia anak – anak. Mereka tidak menyadari kalau mereka harus mengubah pola dramaturgi mereka saat si Anak sudah masuk pada pubertas.
Karena pertentangan anak dengan Ayah – Ibu lahirlah sebuah konflik yang berkepanjangan. Makanya tidak heran pada usia puber kalau anak dan Ayah – Ibunya akan sering bertengkar.
Apabila orang tuanya sibuk mencari uang, Anak akan merasa tidak diperhatikan dan kurang kasih sayang. Dan ada lagi perasaan dan pikiran kalau Ayah – Ibu tidak pengertian kepadanya. Bagi mereka yang sering dititipkan kepada suster atau pengasuh lainnya, mereka juga dapat berpikir kalau mereka tidak merasa dididik dan dibesarkan seutuhnya pleh orang tuanya. Semua gejolak konflik antara Anak dan Orang Tua akan banyak lahir pada masa – masa puber.
Banyak orang tua yang menyatakan menyerah mendidik dan mengurus anaknya pada masa pubertas si Anak berlangsung. Mereka cenderung menyalahkan anak –anaknya tanpa menghiraukan apa salah mereka. Dan mereka tidak juga mengetahui kalau anaknya dalam masa perkembangan psikologis yang alami dan memang konflik – konflik tersebut ada dalam setiap keluarga. Mereka tidak menyadari bahwa orang tua diharuskan memilki peran – peran tertentu untuk menghadapi si Anak.
Nah, apakah kamu sudah siap menghadapi peran kamu sebagai Ayah – Ibu? Dan bukan hanya menjadi Suami – Istri? Memiliki anak bukan hanya menimbulkan kebahagiaan baru, namun juga akan menjadi sebuah problema baru dalam tahap hidup selanjutnya.

Apa Arti Kedewasaan?

Apa sih definisi dari sebuah kedewasaan? Apa cuma mengenai usia yang diatas 18 tahun? Atau lebih mengenai cara berperilaku dan berfikir lalu diserasikan dengan pertambahan usia? Atau kedewasaan hanyalah diukur dengan keadaan setelah menstruasi atau mimpi basah? Atau mungkin kedewasaan diukur dari bijaknya kita dalam menghadapi suatu masalah? Atau kedewasaan adalah bagian dari diri kita yang dapat berpikir jernih saat kita merasa kesal?

Di usia gue yang sudah kepala dua gue masih belum menemukan makna dibalik kedewasaan. Gue masih bingung. Apa mungkin kedewasaan itu diukur saat kita merasa dikecewakan sama orang lain dan harus tetap berbaik hati pada orang itu dan menahan emosi yang meledak – ledak? Jujur gue masih absurd mengenai arti sebuah kedewasaan itu sendiri.
Pernah ada yang mengatakan ke gue kalau sebuah kedewasaan itu diukur dari bisa atau tidaknya kita menahan emosi di social media. Ada juga yang mengatakan kedewasaan itu adalah saat kedewasaan diukur dari bisa atau tidaknya kita berpikiran jernih walaupun mendapat banyak cobaan dan masalah.
Gue merasa aneh dengan orang yang kadang menuntut kedewasaan dari orang lain. Mereka seolah – olah menasehati kita untuk tetap tabah dalam menghadapi berbagai masalah; entah itu dikecewakan orang lain; atau masalah – masalah yang dapat membawa kita larut dalam pikiran.
Apa dengan tuntutan untuk menjadi seorang yang dewasa kita tidak boleh menangis maksudnya? Atau maksud dari kita harus menjadi dewasa kita tidak boleh marah dengan keadaan apapun walaupun kita merasa kesal, merasa amat diremehkan, merasa sudah tidak tahan? Atau mungkin juga dengan tuntutan kedewasaan kita harus menahan diri dan tetap tersenyum dan berakting seolah baik – baik saja?
Kekecewaan membawa kita larut dalam emosi. Hasil dari berbagai emosi itu dapat nangis ataupun marah. Dan di era seperti sekarang ini, tangisan dan amarah seolah memiliki media baru untuk melepasnya; social media seperti twitter, facebook, atau lainnya. Banyak orang yang menyalurkan berbagai jenis emosinya pada media – media baru tersebut. Namun, apa reaksinya?
Apakah kita dianggap sebagai orang yang tidak dewasa setelah menyalurkannya melalui social media? Apakah kita dianggap terlalu kekanak – kanakkan saat kita melakukan hal tersebut? Walaupun, dalam dunia nyata kita berperilaku seperti identik dengan kedewasaan dan ditambah dengan usia yang diperhitungkan dewasa, setelah menyalurkan hal tersebut kita akan dianggap tidak dewasa?
Lalu apa itu definisi dari kedewasaan yang haqiqi?

Sabtu, 08 Juni 2013

Sebagian - Sebagian

There’s always something new in a town. New bag, new brand, new shoes, new club, and of course new friends. Apalagi di kota besare seperti Jakarta. Tidak ada yang bisa mengungkiri bagaimana perkembangan kota yang dahulu dijadikan kota pelabuhan pada zaman VOC ini. Selalu ada hal – hal baru dan abstrak di kota ini. Berbagai fenomena sosial tidak biasa hadir dan berkembang di Jakarta.
Fenomena sosial di Jakarta selalu lahir dari akar kebudayaan yang berbeda – beda. Proses akulturasi, asimilasi, enkulturasi, dan westernisasi berkembang di Jakarta sejak jaman penjajahan. Lahirnya budaya betawi pun dipengaruhi oleh budaya – budaya non lokal, seperti; Arab; Cina; dan Belanda. Budaya – budaya tersebut mewarnai berbagai budaya Betawi, dari mulai tari, musik, sampai kepada kebudayaan sosial yang dianut oleh warga Jakarta.
Mungkin diantara kita ada yang mengetahui bahwa budaya – budaya baru tumbuh di Jakarta, dimana budaya – budaya tersebut bertentangan dengan nilai – nilai budaya timur yang berkembang di Indonesia. Sex bebas, penggunaan narkoba, minum minuman keras, adalah beberapa contoh budaya yang seolah – olah mengakar pada kota besar.
Gue tidak munafik bahwa hal – hal tersebut adalah kegiatan yang saat ini dekat sama gue. Lingkungan sosial dari mulai pertemanan bahkan sampai keluarga banyak yang melakukan hal – hal yang dianggap menyimpang seperti diatas. Gue juga tidak munafik untuk mengatakan bahwa gue pernah mencoba melakukan hal – hal itu.
Dari sisi agama, tentu saja budaya menyimpang seperti itu adalah haram dan dosa. Tapi kita tidak bisa mengungkiri bahwa penggunaan Narkoba, Prostitusi, dan Judi adalah hal – hal yang sudah mengakar kuat pada generasi muda.
Gue bukannya membenarkan hal itu, tapi kita tidak usah munafik dari berbagai aktivis, pemuka agama, pelaku budaya dan pendidikan, bahkan tokoh masyarakat lainnya pernah terjerembab dalam kegiatan – kegiatan yang tidak sesuai dengna nilai budaya ketimuran.
Gue tidak mau membenarkan hal itu. Sebagian dari diri gue menolak budaya – budaya yang tumbuh di masyarakat luas itu benar adanya. Sebagian diri gue juga menolak akan adanya penyimpangan -= penyimpangan sosial.
Dari berbagai cerita – cerita dengan latar belakang agama selalu kita dengar untuk menjauhi berbagai kegiatan yang dianggap salah. Dalam cerita – cerita itu Nabi selalu mengingatkan kita untuk menjauhi apa yang dilarang oleh Tuhan. Sebagian dari diri gue merasa harus menjauhi berbagai budaya yang tumbuh dan dianggap menyimpang dan tidak sesuai dengan jalan Tuhan.
Di sisi lain gue juga tidak menghindari sebagian dari diri gue menikmati rangkaian dosa – dosa yang ada di jalan syeitan. Gue tidak mau munafik dalam berbagai hal seolah – olah menjadi orang yang sok suci menganjurkan orang lain untuk menghindari hal – hal dosa itu, sementara gue masih suka dan menikmatinya.
Dalam benak gue saat ini gue tidak mau lagi berada di dalam “sebagian – sebagian”. Gue ingin tegas. Gue ingin menghindari budaya dan nilai – nilai yang bertentangan dengan agama dan budaya yang ditanam ke dalam diri gue sejak kecil. Tapi kapan? Sampai tua nanti? Kalau tidak ada kesempatan untuk bertobat bagaiman?
Gue tidak mau terus menjadi boneka – boneka setan yang selalu dikuasai oleh nafsu dunia belaka. Gue tidak mau menjadi orang yang terlena dalam “budaya – budaya baru” yang memang bertentangan dengan “budaya dan ajaran” yang gue anut.
Gue tidak mau menjadi “sebagian – sebagian”, gue mau menjadi “satu”.

Kamis, 06 Juni 2013

Pertemuan Pertama

Ada kerjaan atau kegiatan di Sabtu pagi mungkin menjadi hal yang paling menyebalkan bagi beberapa orang. Apalagi bagi orang – orang yang pada hari senin sampai jum’at memimiliki beragam aktivitas kerja atau kuliah. Begitu pun bagi Aurel yang pada hari – hari biasa dia disibukkan dengan berbagai kegiatan, dari mulai kuliah, skripsi, bimbingan skripsi, dan kegiatan – kegiatan lainnya.
Aurel yang kini sedang menjalani semester akhir kuliahnya dalam bidang Ilmu Komunikasi, dan sedang menjalani ribet – ribetnya ngurusin skripsi, tetap harus menghadiri sebuah acara yang melibatkan komunitas yang pilihannya yang fokus mengumpulkan praktisi dan calon praktisi bidang Public Relations dalam sebuah event berkumpulnya berbagai komunitas yang ada di Jakarta.
Berat, malas, dan tidak selera tentu saja ada dalam benak cowok ini. Secara dalam benak Aurel, hari Sabtu pagi adalah waktunya untuk memuaskan diri bermanja – manja dengan rumah, kasur, bantal, dan guling. Keseharian saat weekday sudah padat, dan ditambah lagi dengan keharusan sebagai salah satu pengurus Komunitas tersebut dia harus menghadiri sebuah acara yang dilaksanakan pada hari sabtu.
Dengan menggunakan t-shirt hitam, dibalut dengan cardigan hitam, celana panjang hitam, dan tidak ketinggalan aksesoris jam tangan dan sebuah cincin yang dia letakkan di kelingkingnya, Aurel terpaksa datang ke acara tersebut dan bertemu dengan teman – teman komunitasnya.
Selama acara berlangsung, Aurel yang datang terlambat tidak berhenti melihat ke berbagai arah. Pemandangan beberapa wajah rupawan membuat matanya yang awalnya ngantuk menjadi segar seketika. Wajah – wajah rupawan itu datang dari berbagai latar belakang komunitas yang berbeda. Bagi Aurel yang notabene adalah seorang cowok yang memiliki kelainan orientasi seksual – gay, tentunya menjadi kenikmatan tersendiri baginya. Apalagi pada saat itu, statusnya adalah jomblo.
Tidak sedikit diantara laki – laki yang dianggapnya memilki penampilan fisik yang menarik yang mengajaknya ngobrol dan tukar pikiran. Laki – laki tersebut tentunya datang dari berbagai komunitas. Aurel tidak semata – mata mau mengobrol dengan alasan penampilan fisik yang menarik saja dari lawan bicaranya, namun ia juga ingin menambah wawasannya mengenai berbagai komunitas di Jakarta tersebut.
Detik demi detik berlalu, Aurel yang sudah merasa agak bosan dan lelah kembali duduk di booth komunitasnya. Dia dan rekannya yang bernama Elma menjaga booth tersebut barangkali ada yang mau bertanya – tanya mengenai komunitasnya. Dan, benar saja tidak sedikit orang menghampiri booth mereka dan mencari tahu mengenai komunitas yang mereka wakili itu.
Sampai pada akhirnya ada seseorang yang menghampiri booth mereka, mata Aurel terperangah melihat siapa yang menghampiri booth-nya tersebut. Dia adalah salah seorang laki – laki yang Aurel perhatikan sejak sendari tadi.
Pria itu lalu berkenalan dengan Elma dan Aurel, “Gio,” jawab laki – laki itu saat mereka saling berjabat tangan.
Lalu bertanya lebih lanjut mengenai komunitas tempat Aurel bernaung. Tentu saja Aurel dengan cekatan dan baik menjawab semua pertanyaan dari lawan bicaranya itu. Antusias tentu tergambar dari wajah kedua pria tersebut.
Sampai pada ketika Gio mengomentari Aurel, “Cincinnya bagus.”
Aurel tentu langsung melihat jari kelingkingnya tersebut dan menjawab ramah, “makasih ya,” senyum mengembang tergambar pada wajahnya.
Hmm, kenapa dia memperhatikan cincin gue ya? Apa bener dia sama gue sama? Dalam hati Aurel bertanya – tanya. Memang dalam mengkomunikasikan jati diri seorang Gay, penggunaan cincin pada kelingking merupakan hal yang sudah seringkali digunakan sebagai interaksi simbolik kaum Gay.
Namun, sayang sekali saat itu, Aurel yang masih malu – malu tidak berani memberikan kontaknya pada Gio. Dan akhirnya yang bertukaran kontak dengan Gio adalah Elma.
”Kalo dia udah add bbm lo, forward ya pinnya ke gue!” bisik Aurel pada Elma saat Gio sudah meningglkan booth mereka.
“Iya Tenang aja Rel.” Jawab Elma santai. Dia sudah mengetahui bahwa Aurel adalah seorang gay.

Sampai pada keesokkan harinya barulah Elma meng-forward pin Gio kepada Aurel. Aurel dengan antusias berterimakasih pada temannya itu, dan dia langsung add Gio menjadi salah satu kontak bbm-nya.
Ditambah dengan kemiripan nama belakang mereka pada display name bbm, membuat Aurel merasa aneh dan senang sendiri. Dia tidak menyangka kalau nama belakang mereka sama.
Tidak ada komunikasi yang berlangsung pada saat baru – baru Gio meng-accept pinnya. Dia juga tidak ambil pusing mengenai itu. Dia santai saja, yang penting baginya adalah dia sudah mendapatkan kontak pin Blackberry salah seorang cowok yang sudah mengambil perhatiannya itu.
Sampai menjelang keesokkan harinya baru ada bbm dari Gio
Giovanny Perdana:
Hallo ini, Aurel mana ya?
Aurel yang di acara Sabtu lalu bukan?
Aurel Perdana:
Iya. Apa kabar Gio?

Aurel tadinya tidak berharap terlalu banyak mengenai Gio menjadi salah tingkah dan tentu saja gembira, karena dari perbincangan awal –awal melalui bbm-an dengan Gio, mereka menggunakan “Aku – Kamu”. Ditambah lagi dengan bahasa penyampaian dan topik perbincangan yang tidak lazim dilakukan pada interkasi antara dua cowok normal yang ingin berteman.
Tidak ada kesan cuek dari Gio, dia ramah kepada Aurel. Bahkan terlalu ramah. Mereka memperbincangkan mengenai komunitas masing – masing, saling menjabarkan face reading yang mereka sama – sama mampu lakukan, dan perbincangan mengenai kegelisahan satu sama lain.
Tiga hari berjalan, Aurel dan Gio tetap melakukan interaksi melalui bbm. Saling perhatian dan saling ingin mengetahui satu sama lain membuat kedekatan mereka semakin tumbuh. Apalagi dengan kesamaan nasib, yaitu lagi sibuk – sibuknya mengerjakan skripsi sebagai tugas mahasiswa tingkat akhir yang sama – sama membuat mereka muak. Ya, walaupun Gio berbeda fakultas dengan Aurel, tapi kesamaan kesibukan mereka berdua membawa warna baru dalam kedekatan dua insan yang baru pertama kali bertemu itu.
Hal lain yang membuat mereka berdua selalu intens dalam berbincang menggunakan bbm adalah keinginan Gio dan Aurel yang ingin bertemu lagi. Mereka berdua sedang bingung mencari alasan untuk dapat bertemu lagi, mereka tidak mau langsung mengatakan untuk ingin bertemu. Rasa segan dan malu tentunya yang mendominasi kedua pria tersebut.
Walaupun belum ada alasan yang pas untuk mereka saling bertemu, namun pertemuan awal mereka di salah satu event ibukota tersebut menjadi warna tersendiri bagi mereka berdua. Dan sampai saat pertemuan selanjutnya akan tiba, Aurel dan Gio merasa pendekatan satu sama lain menjadi warna tersendiri diantara kesibukkan masing – masing.

(BERSAMBUNG. . .)