Kamis, 30 Mei 2013

Mimpiku, Intuisiku?

“Mimpi adalah Bunga Tidur.”
Mungkin pernyataan itu tidak berlaku bagi gadis muda bernama Astrid. Seorang mahasiswi di salah satu universitas swasta di Jakarta. Baginya, mimpi lebih dari sekedar hanya bunga tidur, mimpi dapat membantunya membentuk suatu keputusan dan menggambarkan kejadian yang akan terjadi di masa yang akan datang.
Dari mimpi –mimpinya Astrid dapat mengetahui apa yang akan terjadi kepadanya di waktu yang kemudian, dapat besok, atau lusa, atau beberapa hari ke depan. Mimpi menjadi intuisi tersendiri baginya. Terkadang dia merasa terganggu dengan kelebihan yang dianugerahkan Tuhan tersebut. Namun, seiring berjalannya waktu dia mulai terbiasa dan menjadikan setiap mimpi – mimpinya adalah sebuah intuisi yang akan membantunya dalam memutuskan sesuatu.
Terkadang ketika suatu kejadian terjadi dan dia harus memutuskan sebuah hal yang kita katakan dengan “A” dan bukan “B”, dalam mimpinya dia mengambil keputusan “A” dan terlihat efek dari keputusannya itu, setelah dia tahu melalui mimpi mengenai efek yang akan dia dapatkan, pada dunia nyata ketika hal itu benar – benar terjadi padanya dia bisa mengambil keputusan “B”.
Intuisi melalui mimpi tersebut juga menjadi kisah tersendiri untuk kisah percintaannya. Dalam mimpinya dia akan jadian dengan salah satu seniornya di kampus. Dan memang saat itu Astrid dan seniornya itu sedang dekat sebagai teman atau bisa dikatakan “adik – kakak ketemu gede”.
Awalnya dia menyangkal intuisi mimpi itu yang menurutnya aneh dan terdengar tidak rasional itu. Separuh pada dirinya menganggap hal itu akan terjadi, tapi separuh lagi ingin menolak akan intuisi yang diberikan kepadanya dalam mimpi yang selalu membuahkan suatu kejadian yang real.
Di dalam mimpinya Astrid diantarkan oleh seniornya yang bernama Harry menuju halte bus dimana Astrid biasa naik bus. Pada saat itu mereka berdua berjalan dari kampus malam hari. Selama waktu berjalan dan menunggu bus yang biasa Astrid tumpangi mereka berdua larut dalam perbincangan yang semakin membuat mereka akrab. Sampai pada akhirnya bus yang ditunggu – tunggu datang, Astrid bergegas memberhentikan dan mau naik ke dalamnya. Namun sebelum naik, tangan Astrid ditarik Harry ke dalam pelukannya, “Kamu Hati – hati ya dijalan” kata Harry saat itu.
Dan dalam mimpi berikutnya Astrid bermimpi kalau Harry menyatakan cintanya kepadanya di salah satu sudut kampus. Dalam mimpi itu Astrid mengatakan bahwa dia mau menjadi pacar Harry.
Dan benar, beberapa hari kemudian semua yang ada di mimpinya menjadi sebuah kenyataan. Diawali dengan Harry mengantarkannya ke halte bus sampai dengan berpelukan dengan Harry sesaat sebelum dia naik Bus. Dan kemudian pada hari berikutnya Harry menyakan perasaannya dan mengajak Astrid untuk jadian.
Pada kenyataannya itu, Astrid kembali mengingat mimpinya mengenai Harry. Dalam mimpi gue, gue mengatakan mau untuk jadi pacarnya. Tapi kenapa gue bisa mengatakan iya. Gue udah cukup nyaman dengan hubungan sebagai teman aja dengan dia. Gue gak bisa jadian. Tapi kenapa mimpi gue seperti mengisyaratkan gue untuk mau? Apa yang akan terjadi setelah gue tolak atau terima? Apa mungkin kalau menjadi pacarnya adalah keputusan yang tepat buat gue? Atau gue harus menolaknya? Batin Astrid berkecamuk saat itu. Dia bingung dalam mengambil keputusan.
Beberapa menit dia terdiam. Dia merenung dan sibuk mengartikan maksud dari mimpinya itu. Apakah dia harus melawan perasaannya yang tidak mau pacaran dengan Harry, atau mengikuti keputusan dalam mimpinya itu?
Dia tersadar dalam lamunannya itu ketika Harry menepuk pundaknya dan menanyakan keputusannya mengenai apakah Astrid mau menjadi kekasihnya atau Astrid akan menolaknya.
“Maaf Har, gue gak bisa. Gue udah anggep lo temen baik gue.” Jawab Astrid spontan.
Tentu ini bertolak belakang dengan apa yang ada di mimpinya. Dia tidak mampu untuk mengikuti setiap intuisi dalam mimpinya itu. Dia tidak mau melawan perasaannya dan memaksakan untuk menjadi kekasih Harry. Mungkin ini hal yang berat baginya, dia tidak tahu apakah keputusannya itu akan benar atau tidak.
Namun, keyakinan di dalam hatinya mengatakan kalau dengan penolakkan ini merupakan keputusan yang tepat. Mungkin dengan menolak Harry akan menimbulkan berbagai masalah, tapi dia yakin kalau mereka jadian masalah yang akan timbul mungkin lebih berat dan akan rumit.
Keputusan untuk melawan intuisi mimpinya bukanlah hal yang ringan untuk Astrid. Karena hal ini menolak sesuatu yang dibisikkan oleh intuisi alam bawah sadarnya. Hal ini selalu dia lakukan apabila bertentangan dengan hati kecilnya, namun dia juga tidak menutupi kalau intuisi mimpi dikala dia tertidur malam hari itu mungkin merupakan keputusan yang tepat baginya.
Malam demi malam pun berlalu, dalam setiap malam setelah penolakan untuk Harry itu dia selalu memimpikan hal yang sama. Dia selalu bermimpi dimana Harry kembali menyatakan perasaannya dan menembak dirinya. Dan jawaban dalam mimpi itu Astrid selalu mengiyakan untuk memulai sebuah hubungan baru dengan Harry.
Astrid dilanda suatu keadaan dimana dia bingung dalam mengambil sikap dan mengambil keputusan. Apakah dia akan mengikuti perasaannya yang tetap mau menjalin hubungan pertemanan dengan Harry? Atau dia akan mengikuti intuisi dalam mimpinya untuk mengiyakan menerima cinta Harry?

1 komentar: