Kamis, 06 Juni 2013

Pertemuan Pertama

Ada kerjaan atau kegiatan di Sabtu pagi mungkin menjadi hal yang paling menyebalkan bagi beberapa orang. Apalagi bagi orang – orang yang pada hari senin sampai jum’at memimiliki beragam aktivitas kerja atau kuliah. Begitu pun bagi Aurel yang pada hari – hari biasa dia disibukkan dengan berbagai kegiatan, dari mulai kuliah, skripsi, bimbingan skripsi, dan kegiatan – kegiatan lainnya.
Aurel yang kini sedang menjalani semester akhir kuliahnya dalam bidang Ilmu Komunikasi, dan sedang menjalani ribet – ribetnya ngurusin skripsi, tetap harus menghadiri sebuah acara yang melibatkan komunitas yang pilihannya yang fokus mengumpulkan praktisi dan calon praktisi bidang Public Relations dalam sebuah event berkumpulnya berbagai komunitas yang ada di Jakarta.
Berat, malas, dan tidak selera tentu saja ada dalam benak cowok ini. Secara dalam benak Aurel, hari Sabtu pagi adalah waktunya untuk memuaskan diri bermanja – manja dengan rumah, kasur, bantal, dan guling. Keseharian saat weekday sudah padat, dan ditambah lagi dengan keharusan sebagai salah satu pengurus Komunitas tersebut dia harus menghadiri sebuah acara yang dilaksanakan pada hari sabtu.
Dengan menggunakan t-shirt hitam, dibalut dengan cardigan hitam, celana panjang hitam, dan tidak ketinggalan aksesoris jam tangan dan sebuah cincin yang dia letakkan di kelingkingnya, Aurel terpaksa datang ke acara tersebut dan bertemu dengan teman – teman komunitasnya.
Selama acara berlangsung, Aurel yang datang terlambat tidak berhenti melihat ke berbagai arah. Pemandangan beberapa wajah rupawan membuat matanya yang awalnya ngantuk menjadi segar seketika. Wajah – wajah rupawan itu datang dari berbagai latar belakang komunitas yang berbeda. Bagi Aurel yang notabene adalah seorang cowok yang memiliki kelainan orientasi seksual – gay, tentunya menjadi kenikmatan tersendiri baginya. Apalagi pada saat itu, statusnya adalah jomblo.
Tidak sedikit diantara laki – laki yang dianggapnya memilki penampilan fisik yang menarik yang mengajaknya ngobrol dan tukar pikiran. Laki – laki tersebut tentunya datang dari berbagai komunitas. Aurel tidak semata – mata mau mengobrol dengan alasan penampilan fisik yang menarik saja dari lawan bicaranya, namun ia juga ingin menambah wawasannya mengenai berbagai komunitas di Jakarta tersebut.
Detik demi detik berlalu, Aurel yang sudah merasa agak bosan dan lelah kembali duduk di booth komunitasnya. Dia dan rekannya yang bernama Elma menjaga booth tersebut barangkali ada yang mau bertanya – tanya mengenai komunitasnya. Dan, benar saja tidak sedikit orang menghampiri booth mereka dan mencari tahu mengenai komunitas yang mereka wakili itu.
Sampai pada akhirnya ada seseorang yang menghampiri booth mereka, mata Aurel terperangah melihat siapa yang menghampiri booth-nya tersebut. Dia adalah salah seorang laki – laki yang Aurel perhatikan sejak sendari tadi.
Pria itu lalu berkenalan dengan Elma dan Aurel, “Gio,” jawab laki – laki itu saat mereka saling berjabat tangan.
Lalu bertanya lebih lanjut mengenai komunitas tempat Aurel bernaung. Tentu saja Aurel dengan cekatan dan baik menjawab semua pertanyaan dari lawan bicaranya itu. Antusias tentu tergambar dari wajah kedua pria tersebut.
Sampai pada ketika Gio mengomentari Aurel, “Cincinnya bagus.”
Aurel tentu langsung melihat jari kelingkingnya tersebut dan menjawab ramah, “makasih ya,” senyum mengembang tergambar pada wajahnya.
Hmm, kenapa dia memperhatikan cincin gue ya? Apa bener dia sama gue sama? Dalam hati Aurel bertanya – tanya. Memang dalam mengkomunikasikan jati diri seorang Gay, penggunaan cincin pada kelingking merupakan hal yang sudah seringkali digunakan sebagai interaksi simbolik kaum Gay.
Namun, sayang sekali saat itu, Aurel yang masih malu – malu tidak berani memberikan kontaknya pada Gio. Dan akhirnya yang bertukaran kontak dengan Gio adalah Elma.
”Kalo dia udah add bbm lo, forward ya pinnya ke gue!” bisik Aurel pada Elma saat Gio sudah meningglkan booth mereka.
“Iya Tenang aja Rel.” Jawab Elma santai. Dia sudah mengetahui bahwa Aurel adalah seorang gay.

Sampai pada keesokkan harinya barulah Elma meng-forward pin Gio kepada Aurel. Aurel dengan antusias berterimakasih pada temannya itu, dan dia langsung add Gio menjadi salah satu kontak bbm-nya.
Ditambah dengan kemiripan nama belakang mereka pada display name bbm, membuat Aurel merasa aneh dan senang sendiri. Dia tidak menyangka kalau nama belakang mereka sama.
Tidak ada komunikasi yang berlangsung pada saat baru – baru Gio meng-accept pinnya. Dia juga tidak ambil pusing mengenai itu. Dia santai saja, yang penting baginya adalah dia sudah mendapatkan kontak pin Blackberry salah seorang cowok yang sudah mengambil perhatiannya itu.
Sampai menjelang keesokkan harinya baru ada bbm dari Gio
Giovanny Perdana:
Hallo ini, Aurel mana ya?
Aurel yang di acara Sabtu lalu bukan?
Aurel Perdana:
Iya. Apa kabar Gio?

Aurel tadinya tidak berharap terlalu banyak mengenai Gio menjadi salah tingkah dan tentu saja gembira, karena dari perbincangan awal –awal melalui bbm-an dengan Gio, mereka menggunakan “Aku – Kamu”. Ditambah lagi dengan bahasa penyampaian dan topik perbincangan yang tidak lazim dilakukan pada interkasi antara dua cowok normal yang ingin berteman.
Tidak ada kesan cuek dari Gio, dia ramah kepada Aurel. Bahkan terlalu ramah. Mereka memperbincangkan mengenai komunitas masing – masing, saling menjabarkan face reading yang mereka sama – sama mampu lakukan, dan perbincangan mengenai kegelisahan satu sama lain.
Tiga hari berjalan, Aurel dan Gio tetap melakukan interaksi melalui bbm. Saling perhatian dan saling ingin mengetahui satu sama lain membuat kedekatan mereka semakin tumbuh. Apalagi dengan kesamaan nasib, yaitu lagi sibuk – sibuknya mengerjakan skripsi sebagai tugas mahasiswa tingkat akhir yang sama – sama membuat mereka muak. Ya, walaupun Gio berbeda fakultas dengan Aurel, tapi kesamaan kesibukan mereka berdua membawa warna baru dalam kedekatan dua insan yang baru pertama kali bertemu itu.
Hal lain yang membuat mereka berdua selalu intens dalam berbincang menggunakan bbm adalah keinginan Gio dan Aurel yang ingin bertemu lagi. Mereka berdua sedang bingung mencari alasan untuk dapat bertemu lagi, mereka tidak mau langsung mengatakan untuk ingin bertemu. Rasa segan dan malu tentunya yang mendominasi kedua pria tersebut.
Walaupun belum ada alasan yang pas untuk mereka saling bertemu, namun pertemuan awal mereka di salah satu event ibukota tersebut menjadi warna tersendiri bagi mereka berdua. Dan sampai saat pertemuan selanjutnya akan tiba, Aurel dan Gio merasa pendekatan satu sama lain menjadi warna tersendiri diantara kesibukkan masing – masing.

(BERSAMBUNG. . .)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar