Senin, 10 Juni 2013

Latar Belakang SKRIPSHIT

Jakarta, Ibukota negara Republik Indonesia yang dikenal sebagai kota Metropolitan. Kota besar yang menyimpan banyak cerita mengenai perkembangan berbagai sektor di Indonesia, baik sektor ekonomi, sektor sosial, maupun budaya.
Jakarta menjadi salah satu kota yang berkembang dengan proses asimilasi dan akulturasi berbagai budaya, baik budaya lokal Indonesia, maupun budaya dari belahan dunia yang lainnya. Lahirnya sebuah berbagai kelompok sosial yang ada di Jakarta tentu tidak dapat dihindari. Kelompok – kelompok tersebut dapat berbentuk kelompok karena kesamaan suku bangsa, kelompok yang lahir karena adanya kesamaan dalam bidang pekerjaan, maupun kelompok yang lahir karena kesamaan persepsi dan cara berpikir.
Keberagaman kelompok dan komunitas sosial di DKI Jakarta tentunya menimbulkan pola – pola komunikasi dan interaksi yang terjadi dalam setiap kelompok atau komunitas tersebut. Dan kita tidak dapat menutup mata bahwa diantara kelompok dan komunitas yang ada di DKI Jakarta ada beberapa diantaranya adalah yang berasal dari kaum marjinal atau kaum – kaum minoritas. Salah satunya adalah kelompok atau komunitas Homosexual Gay.



Homoseksual, merupakan suatu kata yang tabu bagi kebanyakkan masyarakat Indonesia, hal ini disebabkan karena homoseksual tidak sesuai dengan norma agama, budaya, dan norma asusila yang dianut dan berkembang di Indonesia. Homoseksualitas adalah rasa ketertarikan antara individu yang memiliki jenis kelamin atau gender yang sama, biasanya mereka disebut dengan kaum homoseksual. Homoseksualitas dikenal oleh masyarakat terbagi atas tiga jenis; gay, merupakan kaum laki – laki yang menyukai dan memiliki hasrat kepada sesama laki – laki; lesbian, merupakan kaum perempuan yang menyukai dan memiliki hasrat terhadap sesama perempuan; bisexual, merupakan laki – laki atau perempuan yang dapat memiliki hasrat terhadap kedua jenis gender. Namun, tidak dapat diungkiri bahwa kaum homosexual tinggal dan menetap di Indonesia. Saat ini, kaum gay sendiri sudah dianggap wajar dalam pergaulan sosial di beberapa kota besar di Indonesia, khususnya Jakarta. Hal ini disebabkan karena oleh perubahan sosial yang terjadi, pemikiran yang sudah mulai terbuka terhadap kaum homosexual, dan eksploitasi media mengenai pembahasan homosexual.
Kaum gay tersebut sudah ada pada zaman Nabi Luth AS, dimana pada masa Nabi Luth AS kaum homosexual disebut sebagai kaum sodom dan kaum gomorah. Kaum sodom dan kaum gomorah tersebut sudah ditentang karena tidak sesuai dengan agama yang disebarkan oleh Nabi Luth AS. Sama hal nya seperti pada zaman sekarang ini, kaum gay dan kaum lesbian juga ditentang oleh sebagian besar negara-negara di seluruh dunia, khususnya di negara-negara belahan timur. Namun, di Amerika Serikat, dan beberapa negara di belahan benua Eropa, mereka terbuka akan kaum gay. Bahkan di negara-negara tersebut mereka melegalkan pernikahan sesama jenis. Namun, untuk negara di Indonesia sendiri, kaum homosexual sangatlah mendapatkan pertentangan karena tidak sesuai dengan norma agama, norma budaya, dan norma asusila yang berlaku di Indonesia
Penelitian mengenai kaum homosexual menjadi hal yang sangat menarik untuk diteliti. Hal ini disebabkan karen keberadaan kaum homosexual, khususnya gay mendapatkan perhatian tersendiri. Mereka ditentang oleh masyarakat khusunya tokoh pemuka agama, tokoh masyarakat, dan masyarakat awam lainnya. Jumlah gay yang semakin bertambah di Indonesia khususnya, menjadi salah satu bukti bahwa pembahasan mengenai kaum gay memang menjadi sebuah pembahasan yang menarik. Seperti salah satu sumber di internet menyebutkan hasil survey salah satu yayasan yang menaungi kaum gay yaitu yayasan Pelangi Kasih Nusantara (YPKN) bahwa kaum gay di kota Jakarta mencapai 4.000 hingga 5.000 orang. Yayasan lain yaitu Gaya Nusantara, memiliki hasil survey untuk wilayah Jawa Timur, mereka memperkirakan ada sekitar 260.000 orang dari 6.000.000 masyarakat di Jawa Timur adalah kaum homoseksual
Banyaknya jumlah kaum homoseksual di Indonesia, dapat dijadikan sebuah alasan bahwa kehidupan mereka dapat dijadikan sebuah permasalahan menarik untuk dibahas dalam sebuah penelitian.
Selain jumlah kaum gay yang bertambah banyak, acara – acara para kaum gay mulai marak bermunculan di kota – kota di Indonesia. Salah satunya adalah pada tahun 2010 di kota Surabaya, Jawa Timur. Sebuah kongres kaum gay yang diadakan oleh organisasi gay dan penyimpangan seksualitas lain yang bernaung dalam International Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender dan Intersex Association (ILGA). Walaupun akhirnya kongres kaum gay ini ditunda karena tidak mendapatkan izin dari walikota dan poltabes Surabaya, namun ketua pelaksana ILGA tersebut tetap berusaha untuk acara ini dapat berjalan sesuai rencana mereka. Selain di dalam Negara Indonesia sendiri, pemberitaan dan kehidupan kaum gay memang dapat dikatakan menarik dan disoroti oleh banyak kalangan masyarakat maupun media.
Selain kongres tersebut, saat ini juga ada pemilihan Mister Gay International yang rutin diadakan setiap tahunnya pada pertengahan tahun. Acara tersebut diikuti oleh kurang lebih 30 negara yang mengirimkan perwakilannya setiap tahun. Tahun 2012 lalu, ajang ini dilakasanakan di Filipina.
Pada tahun 2010, lagu Agnez Monica yang berjudul “Cinta Tak Ada Logika” sempat dianggap dan dijadikan lagu panutan untuk kaum gay Indonesia yang berdomisili di Hongkong. Lirik lagu tersebut, “Cinta ini, kadang – kadang tak ada logika. Simpan semua hasrat dalam hati, hanya ingin dapat memiliki dirimu hanya untuk sesaat,” dipersepsikan oleh kaum gay di Hongkong tersebut sebagai pemaknaan bahwa cinta tidak mengenal logika, dimana pada logika dan normalnya cinta adalah milik laki – laki dan perempuan, namun para gay tersebut menganggap bahwa cinta tidak mengenal gender dan dapat berlawanan dengan logika.
Lalu pada tahun 2011, lagu Lady Gaga yang berjudul “Born This Way” dijadikan dan dianggap sebagai lagu yang mendukung keberadaan dan eksistensi kaum homosexual di seluruh dunia. Ini dikarekan pada bagian bridge lagu tersebut bertuliskan, “No Matter Gay, Straight, or Bi, Lesbian, Transgender Life, I’m on the right track baby I was Born Survive.” Maksud dari lagu lirik lagu tersebut mengandung arti; tidak peduli terlahir sebagai seorang yang normal, gay, lesbian, atau pun transgender, kaum – kaum tersebut berada di jalan yang sudah ditakdirkan Tuhan dan mereka harus kuat dan tegar dalam menjalani kehidupannya walaupun terlahir dalam keadaan yang tidak normal.
Hal terbaru yang menarik dan baru terjadi tahun 2012 lalu adalah seorang pendeta asal Malaysia yang menikahi pasangan sejenisnya di Amerika Serikat, dan setelah itu mereka membuat perayaan di Negara Malaysia yang mayoritas penduduknya beragama muslim. Acara tersebut sangat ditentang oleh pemerintahan Malaysia. Hal ini menjadi bukti bahwa acara – acara yang bersingggungan dengan kaum gay, baik di Indonesia maupun di Negara – Negara lain yang belum melegalkan hubungan sejenis ini menjadi suatu hal yang kontroversial dan cukup disorot oleh media.



Dalam penelitian ini, penulis tidak akan meneliti dan mengungkapkan dua jenis kaum homosexual (gay dan lesbian). Penulis hanya akan mengungkapkan mengenai kaum homosexual lelaki penyuka sesama lelaki, atau dikenal dengan kaum gay. Kaum gay terbagi atas tiga macam golongan; Gay Top, Gay Versatile, dan Gay Bottom. Apa itu kaum gay top, versatile, dan bottom?
Top, versatile, dan bottom, merupakan sebutan untuk para kaum gay yang menitik beratkan pada kegiatan mereka dalam melakukan hubungan seks dengan sesama jenis mereka. Top, merupakan kaum gay yang memiliki role in the sex yang melakukan penetrasi penis dengan melakukan penetrasi penisnya ke lobang anal partnernya. Bottom, merupakan kaum gay yang menerima penetrasi penis partnernya ke dalam lobang analnya. Sedangkan Versatile, merupakan kaum gay yang dapat melakukan penetrasi ke lobang anal partnernya dan dapat juga menerima penis partner sex-nya ke lobang analnya (dapat menyodomi dan disodomi).
Biasanya kaum gay top disebut sebagai “laki-laki”-nya dalam hubungan tersebut, sedangkan bottom disebut sebagai “perempua”-nya. Keberadaan versatile dapat masuk ke dalam dua kategori tersebut, tergantung dengan kaum apa mereka melakukan hubungan sex-nya.
Kaum gay top umumnya bersifat maskulin, jauh dari kesan kewanita-wanitaan. Hal ini menyebabkan sulit sekali mengidentifikasi apakah laki-laki tersebut merupakan kaum gay atau bukan, karena memang dramaturgi yang ditunjukkan sama dengan laki-laki normal pada umumnya. Berbeda dengan kaum gay bottom yang dapat dengan mudah diidentifikasi oleh masyarakat umum maupun kaum gay lainnya, hal ini disebabkan karena kaum bottom kebanyakkan memiliki sifat feminim dan sangat kewanitaan dalam bereprilaku sehari-hari. Sedangkan untuk kaum versatile, sulit untuk diketahui apakah dia versatile, hal ini dikarenakan sebagian dari mereka ada yang bersifat sangat maskulin namun juga ada yang bersifat kemayu dan feminim.
Sejak tahun 2012 lalu berkembang suatu penyebutan baru dalam dunia homosexual, yaitu “Top Lady”. Top lady merupakan penyebutan untuk kaum gay yang memiliki sifat kewanita-wanitaan dan feminim, namun memiliki role sex nya sebagai “top”.
Dalam melakukan pola komunikasi pada lingkungan area publik, gay memilki cara tersendiri dan berbeda dengan masyarakat normal lainnya. Pola komunikasi tersebut berbeda-beda pada setiap lingkungan tempat kaum gay berada dan menempatkan diri (tergantung apakah mereka dapat diterima atau ditolak pada lingkungan tersebut). Berbagai cara berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain dengan sesama kaum gay menjadi cara tersendiri pada saat mereka berada pada area publik.
Takutnya dikucilkan dan tidak diterima oleh masyarakat luas lainnya menjadi alasan mengapa komunitas kaum gay menggunakan pola komunikasi dan interaksi yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Penggunaan simbol – simbol tertentu yang hanya dimengerti oleh sesama kaum gay menjadi ciri tersendiri untuk kaum gay untuk menunjukkan eksistensinya dan menyatakan bahwa mereka ada di dalam masyarakat.
Simbol – simbol yang digunakan oleh kaum gay untuk menunjukkan eksistensi diri diantaranya adalah dengan menggunakan bahasa tubuh yang hanya dimengerti oleh kaum gay baik individual maupun dalam scoop meluas, aksesoris tertentu yang berbeda dengan aksesoris pria normal pada umumnya, dan kaum ataupun kemunitas gay juga menggunakan simbol – simbol lainnya untuk menunjukkan pernyataan mereka ada ataupun untuk mengirimkan berbagai pesan – pesan tertentu kepada individu atau kelompok gay lainnya.
Dalam buku Matode Penelitian Komunikasi; Etnografi Komunikasi, Prof. Dr. Engkus Kuswarno, M. S. (2008: 22) ditulis bahwa interaksi yang terjadi antar individu berkembang melalui simbol – simbol yang mereka ciptakan. Realitas sosial merupaka rangkaian peristiwa yang terjadi pada beberapa individu dalam masyarakat. Interaksi yang dilakukan antar individu itu berlangsung secara sadar dan berkaitan dengan gerak tubuh, vokal, suara, dan ekspresi tubuh, yang kesemuanya itu mempunyai maksud dan disembut dengan “simbol”.
Dalam buku Teori Komunikasi Individu Hingga Massa, Morisson (2013: 111) melalui paham interkasi simbolik, individu berinteraksi dengan individu lainnya sehingga menghasilkan suatu ide tertentu mengenai diri yang berupaya menjawab pertanyaan siapakah Anda sebagai manusia? Menurut pandangan interkasi simbolik, makna suatu suatu objek sosial serta sikap dan rencana tindakan tidak merupakan suatu yang terisolasi satu sama lain. Seluruh ide dan paham interkasi simbolik menyatakan bahwa makna muncul karena adanya interkasi.
Kaum homoseksual, kaum minoritas yang sering kali menjadi bahan perdebatan pada topik pembicaraan yang menyangkut budaya dan agama ini sangat baik dalam melakukan suatu pola interkasi tertentu untuk mengirimkan berbagai macam pesan ataupun signal kenapda komunikan yang mereka tuju, maupun untuk menyatakan bahwa mereka ada didalam ruang lingkup masyarakat luas,
Pada penelitian ini penulis akan meneliti pola komunikasi dan interaksi yang dilakukan oleh kaum gay “top”, “bottom”, dan “versatile”. Pola komunikasi yang seperti apa yang mereka lakukan dalam kehidupan sehari-hari saat mereka berkumpul dengan appear group mereka sesama kaum gay, saat mereka menunjukkan ketertarikkan dengan sesama jenisnya, dan pada saat mereka berkencan pasangannya. Interaksi yang mereka lakukan ini yang menjadi focus penelitian penulis, bagaimana cara seorang gay top, bottom, versatile mengelola kesan dirinya sesuai dengan keinginannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar