Selasa, 05 Februari 2013

Buka dan Tutup; Selektif dan Gairah

Kita memang harus terbuka menerima kritik dan saran dari orang lain mengenai kita. Tapi kita juga berhak dalam memilah dan memilih saran dan kritik apa yang harus kita terima sebagai perbandingan. Secara psikologis setiap orang akan terkejut dan shock apabila mendapatkan kritik. Karena seperti yang kita tahu dengan analogi logika, kritik akan membahas mesalah kekurangan atau pun hal yang dianggap tidak benar dari kita, baik dari perilaku, tindakkan, omongan, ataupun hal lainnya yang mendapat perhatian dari orang lain. Namun, apakah setiap komentar atau kritikan pedas harus kita terima? Saya mengibaratkan pengalaman yang baru ini saya dapatkan. Saya dikampus bukanlah anak yang aktif dalam sebuah kelembagaan, namun saya cukup peka dan tidak apatis terhadap apapun yang terjadi di kampus saya, baik yang sifatnya hanya berdampak scoop kecil (internal), maupun yang akan berdampak pada eksternal diluar kampus. Saya memiliki tanggung jawab moral sebagai mahasiswa pada kampus saya. Karena saya merasa apapun yang saya dapat lakukan saat ini tidak lepas dari jasa pemberian ilmu-ilmu yang diberikan oleh lingkungan kampus. Singkat cerita, saya hanya ingin membantu dan berkontribusi dalam setiap kegiatan kampus ataupun hal-hal (krisis) yang sedang kampus saya alami. Walaupun, saya tahu saya masih “ecek-ecek” dan minim pengalaman dalam bidang yang saya tekuni saat ini. Berbagai kritik pedas pun mampir ke saya, dari mulai kritikan pedas, kritikan yang sifatnya membangun, maupun kritikan yang sifatnya menjatuhkan. Bahkan tidak sedikit orang lain yang mencibir setiap tindak dan perilaku saya, dan mereka tidak menghiraukan alasan kenapa saya dapat melakukan hal itu. Sempat merasa drop dan tersinggung, tapi yasudah lah. Karena menurut saya, tidak semua kritik dan saran harus kita terima. Kita harus pandai dalam memilah dan memilih mana kritik yang memang kita anggap “pantas” dan mana kritik yang hanya akan menjatuhkan mental. Jujur setelah tenang dan berpikir secara rasional, saya dapat memilah dan memilih kritik mana yang saya anggap “pantas” untuk saya terima dan sesuai dengan hati dan pribadi saya. Saya tidak akan melakukan apapun sekalipun itu benar apabila menurut saya tidak sesuai dengan pribadi dan persepsi saya. “Alza, sok pintar, sotoy! Ma’um aja sok-sok’an!” kurang lebih seperti itu yang saya dapatkan. But like i care! Saya sekarang menjadi sangat bergairah untuk dapat melakukan apapun dengan jalur independen dan “bekerja dalam diam”. Karena apapun yang ingin kita lakukan benar dipikiran kita belum tentu benar dipikiran orang lain. Setiap orang punya cara pandang sendiri-sendiri dan setiap orang bebas melakukan apapun dan berpikir apapun sesuai dengan apa yang dipersepsikan dalam pikirannya. Mungkin saya akan mengutip lirik lagu Maia Estianty, “Apa yang kau kata, apa yang dia kata ku tak pernah ambil pusing,” dan menggabungkannya dengan lirik lagu Agnez Monica, “Hidupku itu adalah aku, bukan karena ku tak mampu, jangan sama-sama kan ku,” Saya tidak akan menyerah untuk dapat melakukan apapun yang saya anggap benar dan dapat memajukan kapabilitas dan kemampuan serta kompetensi yang akan saya dapat lakukan. Selektif itu harus! Terkadang kita memang harus membuka telinga lebar-lebar mendengar kritik dan penilaian orang lain. Tapi terkadang menutup telingan adalah jalan lebih baik untuk kita tetap pada pendirian apa yang menurut kita benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar