Sabtu, 09 Februari 2013

Tawa Tangis Canda Persahabatan

“Bersahabat dekat itu tidak perlu proses rentan waktu yang lama. Saling pengertian dan saling mendukung merupakan hal yang utama. Sahabat akan mengatakan sebenar-benarnya, bukan membenar-benarkan perkataan.”

Tawa, tangis, dan canda, sepertinya hal yang memang selalu terjadi dalam kehidupan kita semua sebagai manusia. Dan, semua itu akan menjadi lebih indah apabila semua dilalui bersama sahabat-sahabat yang kita sayangi.

Gue mahasiswa di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta dengan ambil Fikom dan jurusan yang gue ambil adalah Public Relations. Berawal dari tawaran dari salah satu dosen untuk gue dapat bergabung menjadi team yang akan dikirimkan untuk ikut kompetisi Strategic Plan of Public Relations.

Di team itu gue bergabung sama Ryan, Mianda, dan Affni. Gue emang kenal sama mereka, tapi gak dekat. Palingan sebelum digabung jadi team gue cuma saling tegur dan balas-balasan senyum aja sama mereka, begitupun mereka ke gue.
Kita berempat punya beberapa kesamaan dalam hal kepribadian, tapi lebih banyak lagi perbedaannya. Ryan sang Artis Boyband, Finalis Abang None Jakarta Selatan, yang memang punya gaya humble dan kesibukkan yang seabrek-gubrek. Mianda, sang Ibu Komandan dengan pribadi prefectionist dan tentunya agak picki-picki. Sementara Affni, si kalem dan sosok paling lembut diantara kita berempat, tapi kalau sudah marah harap siap-siap menelan kiloan ludah.

Awalnya agak sulit menyatukan kepribadian yang dari sisi-sisi perbedaan-perbedaan tersebut. Masih menerka-nerka satu sama lain baik kepribadian, kemampuan, maupun kecerdasan, serta kemauan masing-masing. Perdebatan kecil menjadi hal wajar diantara kami. Kami saling mendekatkan diri bukan dengan membicarakan projek lomba itu, tapi dari gosip-gosip dan obrolan ringan lainnya (percaya deh ini mampu mendekatkan kalian sama orang-orang yang belum kalian kenal dekat).

Singkat cerita nih, kita udah masuk Hari Deadline pengumpulan proposal kompetisi tersebut. Kami panik, karena proposal kami belum selesai total dan baru berjalan 40%. Kami selalu mengirimkan perkembangan-perkembangan yang kami lakukan kepada mentor-mentor kami. Mianda merupakan team kami yang sangat pengertian, hampir semua di proposal tersebut dia yang membuat. Ryan sibuk dengan agenda keartisannya, Affni terlibat dalam lomba lainnya juga, gue juga sempet sibuk karena pekerjaan MC paketan (kita tahu Mianda sebenernya agak emosi, makanya jujur aja nih kita gak enak sama dia)

Mentor kami saat itu memberikan penilaian-penilaian pedas dan kritik kepada planing yang kita create. Mianda yang sangat panik dan emosi tidak mampu menahan air matanya, dan dia pun memeluk Affni (mereka berdua memang sahabat dekat). Gue? Panik iya! Gak bisa cuyy melihat cewek nangis.

“Udah deh kerjain aja dulu semampu kita. Gak usah dengerin apa kata orang-orang dulu!” seru Ryan dengan semangat dan emosinya yang sudah mulai naik.
Seruan dari Ryan yang spontan itu langsung menaikkan semangat kami. Kami pun langsung dengan semangat berkobar melanjutkan pengerjaan proposal tersebut. Oh iyah, proposal itu judulnya “Save Our Crown”.

Singkat cerita, kita masuk jadi 5besar Finalist, dan wajib mengikuti tahap selanjutnya. Di tahap berikutnya kami harus mempresentasikan project tersebut. Tapi sebelum presentasi setiap team yang lolos ke tahap berikutnya berhak mengikuti Seminar mengenai Public Relations dan focus group discussion (FGD) dengan orang-orang yang sudah ahli pada bidang industri Public Relations.

Keributan sempat terjadi diantara gue dan Mianda. Pasalnya ketika FGD tersebut, setiap team berhak melakukan diskusi forum dengan dua pembicara. Gue merasa gak puas, karena hanya satu saja yang menurut kami dapat membantu kami dalam mengembangkan proposal, sementara satu lagi adalah seorang PR yang sudah tua dan hanya menjelaskan perkembangan PR di Indonesia pada zaman orde baru (tahun 70-an tepatnya). Gue berbicara pada panitia, yang awalnya mereka memperbolehkan kami bergabung dengan praktisi lainnya, namun ketika kami sudah duduk bergabung dengan team lain dan praktisi lainnya, panitia memanggil kami kembali dan melarang kami untuk ikut bergabung.

Gue yang merasa terhina gak bisa nahan emosi, diluar ruangan gue langsung banting tas dan jalan kearah toilet. Mianda langsung nangkep tangan gue dan dia bentak-bentak gue, “Lo tuh kalo mau marah-marah jangan disini! Inget Za, kita bawa nama almamater! Kalo lo ngamuk-ngamuk kaya gini sama aja lo bikin nama jelek buat kampus itu!” saat itu gue melihat Mianda menghapus air matanya.
Gue akhirnya minta maaf sama Mianda dan Ryan. Gue menyadari tindakkan gue yang losed control tersebut bisa berdampak buruk baik bagi team kita secara personal, maupun juga untuk kampus gue.
Sepulangnya dari Kampus Negri yang menyelenggarakan kompetisi tersebut Aku dan Mianda terpaksa pulang ke Jakarta naik kereta. Jalan dari kampus tersebut ke stasiun keretanya aja nyasar lho kita. Di dalam KRL suasana sudah ramai, sehingga kita bertiga harus berdiri.

Sampe di Jakarta, kita bertiga langsung naik taksi dari Stasiun Manggarai ke Plaza Semanggi. Disitu lah tangis gue pecah, tangisan yang selama perjalanan pulang dalam kereta gue tahan. Gue nangis karena memang udah gak tega ngeliat Ryan dan Mianda (gue tahu lah backgrounding mereka gimana) harus pulang naik kereta dan berdiri, suasana kereta kacau luar biasa ramainya pula.
H-1 eksekusi presentasi proposal, kami diwajibkan untuk latihan mempresentasikan proposal tersebut di depan kelas salah satu dosen. Sebelumnya, sudah ditunjuk oleh dosen pembimbing kami, gue dan Mianda sebagai Spoke Person, Affni sebagai clikers, dan Ryan yang akan membantu kami saat kesulitan dalam menjawab pertanyaan, karena memang Ryan spontan dan jawaban-jawabannya selalu benar dan cukup membuat kami shock.

Ryan membuat Affni emosi saat itu, karena Ryan memaksa untuk menggunakan bangku yang hanya ada satu di meja dosen. Sehingga Affni harus berdiri sebagai seorang clikers. Ditambah lagi dengan Ryan yang akan izin latihan dengan Boyband-nya dan cukup membuat Affni dan Mianda tidak habis pikir. Sudah H-1 ekseksusi
Brak! Affni membanting buku dan membentak Ryan saat kami sudah keluar kelas dan duduk dipojok gedung kampus, “Gue gak suka ya dengan cara lo tadi! Gue harus berdiri dan lo duduk disitu! Gue clikers Ryan!”

Ryan tak kalah membentak Affni saat itu dengan nada yang tidak kalah tinggi dengan suara lantangnya.

Mianda yang melihat kejadian itu langsung berdiri dan membentak kita bertiga dengan tangis dan air mata diwajahnya, “Terserah lo semua!” dia langsung lari dan meninggalkan kami berrtiga.

“Tuh lo lihat kan! Mianda sampe kaya gitu! Dan lo masih bisa sekarang untuk tetep pergi latihan Ryan? Inget yan, besok itu kita udah eksekusi hari terakhir! Dan kita butuh elo Ryan” ucap Affni masih dengan nada tinggi dan membentak.

“Sekarang gini ya, gue memang ikut lomba ini. Tapi gue juga punya kewajiban lain! Gue kerja, walaupun emang uangnya gak seberapa!” balas Ryan gak kalah tinggi nadanya (Padahal suaranya kalo nyanyi nge bass lho).
Emang gue dasar cowok melankolis kali ya, gue nangis donks. Gue gak tahan melihat mereka berantem depa muka cute gue ini. Lupa gue akhirnya gimana, yang jelas Ryan tetap diizinkan latihan dengan perjanjian selesai latihan dia kembali lagi ke kampus.
Semalaman kami latihan presentasi sampai kami ngantuk. Aku dan Affni nginap dirumah Mianda, sementara Ryan nginap di rumah temannya. Ryan yang menyusul latihan tersebut datang dengan membawa makan malam.

Siang harinya kami bertengkar dan menangis, tengah malamnya kami larut dalam perbincangan yang “mengarah”. Perbincangan itu membuat kami berempat larut dan tertawa, serta bercanda. Rasa marah dan emosi sudah sudah tidak ada lagi diantara kami, yang tinggal hanya rasa lelah, senang, dan terhibur (sebenarnya sih agar saling merasa terhibur doank, biar gak nervous).
Beberapa jam kemudian, kami yang hanya baru tidur langsung bangun lagi dan bersiap-siap untuk menuju Universitas Negri tersebut. Selama diperjalanan kesana aku tidur sementara yang lainnya latihan dan menyiapkan jawaban apabila ada pertanyaan-pertanyaan sulit (maklum gue ngantuk berat cuyy).

Sambil menunggu giliran team kami yang kebetulan dapat nomer urut delapan, gue hanya bisa merokok dan bernyanyi-nyanyi sambil joget-joget di depan Mianda, Affni, dan Ryan pun ikut bernyanyi-nyanyi. Gue yang emang punya kebiasaan kaya gitu untuk menghilangkan stress dan nervous (selain berdoa tentunya) ternyata cukup berhasil membuat teman-teman team gue tersenyum dan tertawa.

Gue inget banget lagu yang gue nyanyiin, “Rasa Deg-degan dihatikuuu, saat ku tatap paras wajahku di cermin. Pipi merah, bibirku merah, mau presentasi ini,” liriknya sengaja gue ubah biar nyambung gitu.
Presentasi pun selesai, kami mendapatkan pujian dan hampir tidak ada kritik dari dewan juri. Cara gue dan Mianda menyampaikannya pun dipuji, program-program yang kami buat pun mendapatkan pujian. Kami yang tidak dapat menahan rasa haru langsung keluar dari ruangan, memeluk satu per satu team, menangis dalam pelukkan tersebut, dan sampai pada akhirnya kami merasa bangga terhadap team.
Ya, walaupun hanya dapat peringkat empat dalam kompetisi tersebut. Kami tetap merasa bangga, karena kami selalu menanamkan “Yang paling penting itu adalah Proses, BUKAN Hasilnya!”

Sampai setelah kompetisi tersebut selesai, gue, Mianda, Affni, dan Ryan menjadi saling dekat satu sama lain. Walaupun kami memiliki appear group masing-masing berbeda, tapi kami tetap keep in touch satu sama lain, dan menjadi sahabat dekat.
Kami berempat sering sekali saling curhat-curhatan dan diskusi mengenai apapun. Dari gossip sampai hal-hal pribadi. Kami juga saling mendukung apapun yang kegiatan dan kompetisi yang salah seorang diantara kami ikuti. Saling memberikan saran apabila merasa ada kekurangan diantara kami.

“Persahabatan dapat tumbuh dalam kondisi apapun. Persahabatan bukan hanya melihat persamaan, namun juga melihat perbedaan. Saling menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing, saling mendukung, dan saling jujur dalam menilai. Karena sahabat akan mengatakan yang sebenar-benarnya, bukan membenar-benarkan kata-kata.”

2 komentar:

  1. Tulisannya ko ga ada paragrafnya yaa
    agak pusing bacanya.

    Proses emang sangat penting. Moga persahabatan kalian akan kekal yeee.

    BalasHapus
    Balasan
    1. sekarang sudah saya rapikan tulisannya.
      terimakasih banyak atas effort nya :)
      salam kenal anyway.

      happy writing and happy reading :))

      Hapus