Rabu, 20 Februari 2013

Friends WIth Benefits (My Version)

Dunia Kerja kantoran merupakan hal yang diidam-idamkan oleh banyak orang yang menjadi Fresh Graduate. Sama seperti Amanda, perempuan muda, cantik dengan wajah khas Indonesia dan kulit kuning langsatnya, yang baru saja lulus Strata satu Fakultas Ilmu Komunikasi, dengan jurusan Public Relations dari salah satu Perguruan Tinggi di Jakarta.

Amanda begitu senang ketika dia mendapatkan gelar “S.Ikom” dibelakang nama belakangnya setelah resmi di wisuda. Perjuangannya selama lima tahun kuliah akhirnya terbayarkan. Suka dan duka sangat ia rasakan.
Ia bertambah senang karena pada hari itu dia juga memiliki kekasih, Ferdy, lelaki yang selama dua tahun ini mengisi hari-harinya dan percintaannya. Mereka akan bertunangan setelah Amanda lulus dari kuliahnya.

Berjuang dan bersaing dengan fresh graduate lainnya untuk mendapatkan pekerjaan guna membangun karier tengah dihadapi oleh Amanda. Amanda menyadari hal itu, oleh sebab itu selama kuliah dulu dia memperbanyak seminar dan pengalaman kerja dengan magang di berbagai PR Consultant Agency guna menambah nilai jual yang ada dalam dirinya dan meyakinkan perusahaan bahwa dia adalah Public Relations muda yang berkualitas dengan kelebihan kapabilitas dan kredibilitas dari yang lainnya.

Akhirnya Amanda diterima di salah satu Perusahaan Agency PR Consultant multinasional dan bergengsi yang membuka cabang di Jakarta. Dia diterima sebagai Junior Consultant, yang dimana tugasnya adalah membantu PR Consultant dan Senior PR Consultant.
Amanda nyaman dengan rekan-rekan kerja satu teamnya itu. Dia berkerja dalam team work yang dipimpin oleh Senior Consultant yang bernama Marvie. Marvie adalah pria keturunan Inggris, tampan? Jelas saja, berwajah indo dan tubuh yang atletis, ditambah lagi dengan cara berpikir yang cerdas dan wawasan luas yang menambah daya tarik pria yang sudah berumah tangga dan menjadi ayah dua orang putra tersebut.

Amanda selalu bertanya pada Marvie apabila ada hal-hal yang dia kurang mengerti. Menurut Amanda, kalau tidak tahu lebih baik bertanya daripada harus pura-pura mengerti dan sok tahu. Apalagi dia menyadari pekerjaannya ini rentan akan perubahan-perubahan detail dari perencanaan strategi oleh klien.
Marvie memang kelebihan pada kepribadiannya, dia selalu menjawab dengan penjelasan yang singkat, padat, dan jelas, dan dengan nada yang sopan. Sehingga orang-orang yang bertanya padanya, termasuk Amanda akan mengerti dan dihargai sebagai bawahan. Marvie juga menjelaskannya dengan gaya bicara yang bukan mengajari, tapi sharing dan berdiskusi, jadi suasana team kerja yang dibangun Marvie sangat hangat dan dekat.



Amanda benar-benar mengagumi sosok Marvie yang sangat wise dan memiliki attitude yang benar-benar menjadi panutan sebagai atasan. Dia semakin betah dengan lingkungan tempatnya bekerja walaupun tekanan-tekanan dari kliennya sangat besar.
Hubungannya dengan Ferdy juga semakin hari semakin datar-datar saja. Mereka kian sibuk dengan kesibukkan masing-masing. Ferdy yang bekerjamenjadi team creative di salah satu agency iklan juga tidak kalah sibuk dengan pekerjaan Amanda. Weekend saja belum tentu mereka bisa bertemu.

Amanda lebih sering melalui waktunya dengan Marvie. Lembur sampai tengah malam, weekend pun kadang mereka korbankan untuk bertemu dan meeting menyusun berbagai strategi PR untuk klien. Amanda tak dapat munafik dia menyukai Marvie, sosok laki-laki tampan ini membuat hari-harinya semakin berwarna dan melupakan kesepian hatinya karena pacarnya yang juga hampir tidak punya waktu bersama dengannya.

Amanda sadar diri. Tidak mungkin dia menjadi kekasih atasannya itu, karena Marvie sudah memiliki istri dan dua orang anak. Perasaannya kini mulai bercabang, antara Marvie dan Ferdy. Dia tahu ia telah salah menyimpan perasaan pada lelaki yang telah beristri tersebut, namun apa daya. Cinta tak mengenal dengan siapa ia akan berlabuh.

Pada suatu hari Amanda harus lembur karena pekerjaannya dikejar deadline. Dia hanya tinggal berdua dengan Marvie dikantor yang terletak di salah satu gedung pencakar langit di wilayah SCBD itu. Mereka sangat hectic dari pagi hari sampai malam, dari mulai menyiapkan proposal yang akan digunakan untuk pitching, press release untuk client, undangan untuk media, dan weekly report yang harus dikumpulkan untuk diberikan kepada klien keesokkan harinya.
Pukul 23.00,
Akhirnya selesai juga pekerjaan mereka. Amanda sudah sangat lelah, namun dia tidak tampak lesu karena ada Marvie yang menemaninya menyelesaikan pekerjaan ini. Amanda duduk di meja kerjanya yang bersebelahan dengan Marvie sambil melipat tangannya dan menyenderkan kepalanya ke tangannya sendiri.
Marvie yang melihat anak buahnya yang kelelahan itu sangat tidak enak hati. Walaupun dia lelah dan mengantuk dia tetap menunjukkan kepribadian yang loyal, dia membuatkan cappucino hangat dan memberikannya kepada Amanda.
“Ini diminum dulu. Hari ini memang hari yang melelahkan,” kata Marvie sambil memberikan cangkir berwarna merah kepada Amanda sekembalinya dari Pantri.
“Wah, Pak,” Amanda sangat tidak enak hati pada boss-nya itu, “maaf pak saya jadi gak enak. Terimakasih banyak.” Kata Amanda terbangun dari lipatan tangannya.
“Udah kamu santai aja, saya tahu kamu capek dan lelah,” Marvie membelai rambut anak buahnya itu yang masih duduk dan terkejut. Dia tersenyum manis pada Amanda.
Tentu saja saat itu perasaan Amanda saat itu campur aduk. Antara senang, bahagia, sekaligus tidak enak hati kepada boss yang selama ini dikaguminya. Amanda semakin nyaman dengan suasana saat itu, apalagi ketika dia menerima belaian rambut dari Marvie yang tampan itu.

Marvie duduk dibangku sebelah Amanda guna mencairkan suasana yang sempat kaku tersebut. Mereka larut dalam perbincangan, dari mulai strategi perencanaan PR, klien-klien, pekerjaan mereka, sampai gosip-gosip yang sedang inn dikantor maupun gosip para celebrity.
Amanda tentu saja semakin nyaman dengan suasana saat itu. Dia semakin mengagumi sosok team leader-nya itu. Marvie selain tampan, juga memiliki wawasan luas, pengetahuannya juga tidak hanya dalam hal-hal baku, namun juga pada hal-hal yang sifatnya non-formal.
Tatapan mata Marvie yang hangat dan senyum Marvie yang manis tidak dapat diungkiri semakin membuat Amanda klepek-klepek dan terbawa suasana saat itu.

Entah siapa yang memulai, bibir mereka kini berpagutan. Amanda yang sendari tadi terbawa perasaan pun larut dalam ciuman itu. Mereka berdua sama-sama lupa daratan, mereka lupa kalau masing-masing sudah memiliki pasangan.
Ciuman mereka semakin panas, apalagi kini tanpa disadarinya, baju mereka berdua kini telah lepas dari tubuh masing-masing. Mereka larut dalam sebuah kegiatan yang seharusnya tidak mereka lakukan. Aknirnya semuanya terjadi. Mereka melakukan hubungan sex.

Setelah usai mereka melakukan kegiatan itu dan mencapai kepuasan masing-masing, Amanda dan Marvie terdiam. Raut wajah sesal terlihat pada wajah keduanya.
“Maafin saya,” ucap Marvie lirih memecah keheningan saat itu, “saya gak sengaja melakukannya Amanda. Saya larut dalam suasana.” Dia menghampiri Amanda dan memegang bahu anak buahnya itu.
Amanda menoleh pada Marvie, “Tidak apa-apa pak. Saya juga terbawa suasana. Saya juga menikmatinya.” Jawab Amanda dengan mata sendunya yang mulai berkaca-kaca. Perasaannya saat itu benar-benar campur aduk, antara sedih karena dia tidak dapat setia pada Ferdy dan juga bahagia karena dia menikmati sebuah hubungan sex bersama orang yang selama ini dikaguminya itu.

Memang ada penyesalan diantara perasaan keduanya. Menyesal karena telah mengkhianati pasangan masing-masing dengan menyelingkuhi rekan kerja kantornya. Menyesal karena telah terbawa suasana saat itu. Dan perasaan menyesal karena menyalahgunakan ruangan kantor sebagai tempat bermesraan.



Setelah kejadian itu, Amanda dan Marvie tidak saling merubah sikap mereka didepan rekan-rekan kerja lainnya. mereka tetap professional bekerja dalam team work antara atasan dan bawahan.
Namun satu hal, kedekatan mereka semakin hari semakin lengket. Mereka memang semakin kompak dalam pekerjaan, tapi di satu sisi mereka semakin intim saja. Bagaikan sepasang suami-istri di Kantor. Mereka sering mencuri-curi waktu makan siang untuk dapat melakukan quickly sex. Mencuri-curi waktu akhir pekan mereka untuk dapat bertemu dan ngobrol sambil bekerja, dan berakhir dengan hubungan diranjang.

Mereka berdua tetap setia pada pasangan masing-masing. Mereka tetap menjaga komitmen dan profesionalitas kerja mereka.
Mungkin ini lah yang menggambarkan perkataan “Friends With Benefit”. Amanda dan Marvie rekan kerja yang saling memberikan dan menerima benefit lebih dari relasi yang mereka bangun selama ini. Saling tetap menjaga profesionalitas mereka, namun juga saling memberikan kepuasan dan perhatian seperti halnya “couple”, namun tetap pada status “Pertemanan”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar